Perbuatan Itu Memang Sunnah Nabi Tapi Hukumnya Haram, Kok Bisa?

Perbuatan Itu Memang Sunnah Nabi Tapi Hukumnya Haram, Kok Bisa? - Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA - Kajian Sunnah Tarakan
Perbuatan Itu Memang Sunnah Nabi Tapi Hukumnya Haram, Kok Bisa?

Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA

Pertanyaan :
Asssalamu alaikum

Saya pernah membaca sebuah buku, yang mengatakan (menurut ingatan saya) tidak semua kelakuan nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu sunnah/ pantas untuk diikuti umatnya, sebenarnya sunnah itu yang bagaimana!?

Karena, menurut pelajaran sekolah sunnah itu, adalah segala ucapan dan tingkah laku nabi shallalahu 'alahi wasallam, dasn bagaimana pula hukumnya jika kita tau suatu hal adalah sunnah, namun kita tidak melakukannya, syukran

Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya yang terjadi memang agak lucu, karena ternyata istilah sunnah itu dipakai oleh banyak kalangan, namun dengan pengertian masing-masing. Sehingga ketika mereka saling berkomunikasi dengan cara yang tidak komunikatif, terjadilah kesalah-pahaman itu.

Sebelum kami jelaskan lebih lanjut di mana letak titik masalah, kami ingin menceritakan sebuah kisah pengalaman lucu. Mungkin bisa membantu menjelaskannya.

Pada suatu hari datang seorang tamu istimewa ke rumah kami. Beliau bernama Tuan Ismail, berasal dari negeri jiran, Malaysia. Beliau berkantor di dekat kediaman kami, Kedutaan Besar Malaysia dan menjabat sebagai Atase Agama di Kedutaan itu.

Ceritanya, beliau bertamu ingin mengundang kami menghadiri malam tahun baru Islam, 1 Muharram yang diselenggarakan oleh pemerintah Malaysia di Indonesai. "Kami akan menjemput ustadz untuk menghadiri acara tersebut, " begitu perkataan beliau.

Kami agak ragu dengan ucapannya, maka sambil sedikit berpikir kami bertanya menegaskan kepada Tuan Ismail, "Maaf tuan Ismail, saya minta penjelasan, apakah yang Tuan maksud dengan ingin 'menjemput' saya? Apakah Tuan ingin mengirim sopir dengan membawa mobil ke rumahsaya? Apakahsaya diminta naik mobil tuan menghadiri acara itu di Kedutaan Malaysia, yang letaknya hanya 100-an meter dari rumah saya?", begitu kami tanyakan.

Tuan Ismail agak kaget sebentar, tetapi kemudian wajahnya merah karena rasa malu. Buru buru beliau menjelaskan, "Mohon maaf ustadz, yang kami maksud dengan 'menjemput' ustadz memang bukan menjemput pakai mobil. Menjemput itu maksudnya adalah kami mengundang ustadz untuk hadir di Kedutaan kami."

"Wah, untung saya tanya dulu, coba seandainya tidak, bisa jadi nanti saya duduk seharian menunggu jemputan yang tidak akan pernah datang", begitu saja mencandainya. Tuan Ismail tergelak mendengarnya.

Ternyata kata 'menjemput' dalam bahasa Malaysia artinya dalam bahasaIndonesia adalah mengundang.

"Tuan Ismail, jangan-jangan negara Tuan dan negara kami sering hampir jatuh ke kancah peperangan hanya gara-gara salah pengertian dalam penggunaan istilah, ya, " begitu canda kami. Beliau pun terkekeh-kekeh mendengarnya sambil mengiayakan. "Benar tu ustadz, kita nisering silap dan salah paham, karena bahasa kite berbeza."

Istilah sunnah memang punya banyak pengertian. Sayangnya, masing-masing pengertian itu jauh berbeda maknanya. Sehingga sering kali orang keliru memahami konteks istilah sunnah yang digunakan.

Perbedaan Makna Sunnah dari Berbagai Sudut Pandang

1. Makna Sunnah dari Segi Bahasa

Makna kata 'sunnah' secara bahasa punya banyak arti, di antaranya adalah:

At-Thariqah (metode)
Al-'Aadah (kebiasaan)
As-Sirah (sejarah/riwayat/kehidupan)
Maka jangan mudah salah paham dulu kalau mendengar ungkapan bahwa menikah adalah sunnah para nabi. Maksudnya adalah bahwa para nabi itu punya kebiasaan atau kehidupan dengan cara menikah dengan wanita, tidak hidup membujang seperti yang dipahami oleh saudara kita yang Kristiani.

Para nabi punya sunnah menikah, artinya mereka semua menikah dan hidup berumah tangga, beranak dan punya keturunan.

Dan bukan berarti menikah itu hukumnya sunnah, seperti istilah yang digunakan oleh para ahli fiqih. Sebab hukum menikah menurut para ahli fiqih bukan hanya sunnah, melainkan ada lima hukumnya.

Menikah itu hukumnya bisa wajib, bisa sunnah, bisa mubah, bisa makruh dan bisa juga haram. Itu adalah hukum menikah dalam pandangan para ulama fiqih yang memang kapasitasnya sebagai ahli hukum.

2. Sunnah Menurut Ahli Fiqih

Para ahli fiqih punya istilah sunnah yang mereka definisikan dengan beberapa batasan.

Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa sunnah itu adalah sebuah perbuatan yang bila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendatangkan dosa bagi pelakunya.

Lihat kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 1 halaman 67, juga kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 70.

Sementara sebagian ahli fiqih lainnya membuat batasan bahwa sunnah adalah perbuatan yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, namun tidak sampai menjadi kewajiban karena tidak ada dalil yang menunjukkan atas kewajibannya.

Bisa kita baca dalam kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 80 dan 404. Juga kitab Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 73.

Ulama lain mendefinisikan sebagai metode dalam beragam yang tidak sampai difardhukan atau diwajibkan. Lihat kitab Kasyful Asrar oleh Al-Bazdawi jilid-jilid halaman 302.

3. Sunnah Menurut Ilmu Ushul (Ushuliyyin)

Yang dimaksud dengan sunnah adalah salah satu sumber hukum Islam. Kedudukannya setelah Al-Quran. Sering juga disebut dengan istilah sunnah nabi atau sunnah nabawiyah.

Pengertiannya adalah segala yang dinisbahkan kepadaNabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, perkataan dan taqrir. Sehingga kita mengenal ada sunnah fi'liyah, sunnah qauliyah dan sunnah taqririyah.

Dalam pengertian ini, sunnah itu merupakan muradif (sinonim) dari istilah hadits nabawi. Jelas berbeda dengan pengertian sunnah menurut para fuqaha ilmu fiqih.

Para ulama fiqih menyebut sunnah dalam kapasitas sifat atas suatu hukum. Misalnya hukumnya puasa Senin Kamis itu sunnah. Sedangkan menurut ulama ushul, sunnah itu adalah benda, yaitu kitab hadits yang berisi perkataan, perbuatan dan taqrir dari nabi Muhammad SAW.

Titik Temu Antara Semuanya

Kalau ada ungkapan bahwa kita harus berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah SAW, maka ungkapan ini harus kita pahami sebagai hadits nabi SAW, yang merupakan sumber dari sumber-sumber syariah Islam.

Maka ungkapan ini menjadi benar, tentu saja. Sebab kita memang harus menjadi hadits nabi SAW sebagai sumber dalam menjalankan agama Islam.

Namun pengertianya akan menjadi tidak selalu tepat kalau ditempatkan bukan pada tempatnya. Misalnya, ada orang yang mengatakan bahwa shalat qabilyah dan ba'diyah itu harus kita pegang teguh, bahkan wajib dilaksanakan. Sebab nabi Muhammad SAW selalu mengerjakannya.

Nah, di sini akan terlihat jelas bedanya. Shalat qabliyah dan ba'diyah itu memang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, namun bukan berarti hukumnya wajib. Para ulama tidak pernah menghukumi kedua jenis shalat itu sebagai kewajiban, meski merupakan pekerjaan yang tidak pernah ditinggalkan oleh nabi SAW.

Mengapa demikian?

Kita tahu bahwa ternyata tidak semua pekerjaan yang dilakukanoleh nabi SAW, hukumnya menjadiwajib. Ada yang hukumnya memang wajib, tapi ada juga yang hukumnya sunnah, bahkan ada yang hukumnya mubah, makruh hingga sampai ke haram.

Lho sunnah nabi kok haram?

Ya, bisa saja sunnah nabi menjadi haram. Sebab sunnah nabi itu maksudnya adalah perbuatan nabi. Dan ada beberapa perbuatan nabi yang hukumnya haram dikerjakan oleh umatnya.

Misalnya berpuasa wishal, yaitu puasa yang bersambung terus beberapa hari tanpa berbuka. Nabi Muhammad SAW diriwayatkan secara shahih telah melakukannya, namun beliau melarang umatnya untuk melakukannya.

Contoh lain adalah beristeri lebih dari empat wanita secara bersamaan. Beliau diriwayatkan beristerikan 9 orang, atau ada yang bilang 11 orang. Jelas sekali riwayat itu sampai kepada kita dan kita semua sepakat membenarkannya.

Namun jelas juga hukumnya bagi umat Islam tentang keharaman beristri lebih dari 4 orang wanita. Walau pun nabi Muhammad SAW malah beristeri lebih dari empat orang.

Selain itu ada juga perbuatan yang menjadi wajib bagi nabi Muhammad SAW, namun bagi ummatnya malah tidak wajib. Misalnya shalat witir di malam hari (tahajjud). Sebagai umatnya, kita tidak diwajibkan untuk melakukannya, hukumnya buat kita hanya sunnah. Sedangkan buat nabi Muhammad SAW, hukumnya wajib.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Kirim Pertanyaan : tanya@rumahfiqih.com

Sumber : https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1208406251-perbuatan-itu-memang-sunnah-nabi-tapi-hukumnya-haram-kok-bisa.html (Wed 21 October 2015 10:34)

kajian sunnah tarakan

Share this

Share on FacebookTweet on TwitterPlus on Google+