Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah

[Aqidah]

Banyak sekali tulisan ulama tentang akidah yang harus diyakini semua umat Islam bahwa Allah tidak memerlukan tempat, sebab Allah telah eksis sebelum Dia menciptakan segala tempat. Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di arah mata angin.

Aqidah Ahlussunnah

ALLAH ADA TANPA TEMPAT

Sudah ah, males melayani debat. Ini saja cukup untuk pegangan Ahlussunnah wal jamaah. Ini aqidah kami. Dalil dalil dan perdebatannya sangat panjaaaang tapi gak bagus disuguhkan untuk umum (fb/awam), biarkan tersimpan di kitab sebagai konsumsi para kyai/ustad/santri. Ini saja cukup untuk awam :

نعتقد ان الله استوى على العرش

Kita meyakini Allah beristiwa di atas arasy.

ﻭﺃﻧﻪ ﻣﺴﺘﻮ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮﺵ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺬﻱ ﻗﺎﻟﻪ ﻭﺑﺎﻟﻤﻌﻨﻰ اﻟﺬﻱ ﺃﺭاﺩﻩ اﺳﺘﻮاء ﻣﻨﺰﻫﺎ ﻋﻦ اﻟﻤﻤﺎﺳﺔ ﻭاﻻﺳﺘﻘﺮاﺭ ﻭاﻟﺘﻤﻜﻦ ﻭاﻟﺤﻠﻮﻝ ﻭاﻻﻧﺘﻘﺎﻝ ﻻ ﻳﺤﻤﻠﻪ اﻟﻌﺮﺵ ﺑﻞ اﻟﻌﺮﺵ ﻭﺣﻤﻠﺘﻪ ﻣﺤﻤﻮﻟﻮﻥ ﺑﻠﻄﻒ ﻗﺪﺭﺗﻪ ﻭﻣﻘﻬﻮﺭﻭﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻀﺘﻪ

Dia beristiwa di atas arasy sebagaimana yang Dia firmankan, dengan arti yang Dia kehendaki, tanpa persentuhan, tanpa menempati benda, tanpa menetap di tempat, tanpa menyusup pada benda, dan tanpa berpindah pindah. Allah tidak dipikul oleh arasy justru arasy dan malaikat pemikulnyalah yang dipikul oleh kelembutan kekuasaanNya dan dikuasai penuh dalam genggamanNya.

ﻭﻫﻮ ﻓﻮﻕ اﻟﻌﺮﺵ ﻭاﻟﺴﻤﺎء ﻭﻓﻮﻕ ﻛﻞ ﺷﻲء ﺇﻟﻰ ﺗﺨﻮﻡ اﻟﺜﺮﻯ ﻓﻮﻗﻴﺔ ﻻ ﺗﺰﻳﺪﻩ ﻗﺮﺑﺎ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﺮﺵ ﻭاﻟﺴﻤﺎء ﻛﻤﺎ ﻻ ﺗﺰﻳﺪﻩ ﺑﻌﺪا ﻋﻦ اﻷﺭﺽ ﻭاﻟﺜﺮﻯ ﺑﻞ ﻫﻮ ﺭﻓﻴﻊ اﻟﺪﺭﺟﺎﺕ ﻋﻦ اﻟﻌﺮﺵ ﻭاﻟﺴﻤﺎء ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﺭﻓﻴﻊ اﻟﺪﺭﺟﺎﺕ ﻋﻦ اﻷﺭﺽ ﻭاﻟﺜﺮﻯ

Allah di atas arasy di atas langit di atas segala sesuatu hingga dasar bumi. KetinggianNya tidak menambah semakin dekat kepada arasy dsn langit, juga tidak membuatNya semakin jauh dari bumi dan dasar bumi. Akan tetapi Dia maha tinggi derajatnya dari arasy dan langit, sebagaimana Dia maha tinggi derajatnya dibanding bumi dan dasar bumi.

ﻭﻫﻮ ﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻗﺮﻳﺐ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﻭﻫﻮ ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﺒﺪ ﻣﻦ ﺣﺒﻞ اﻟﻮﺭﻳﺪ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲء ﺷﻬﻴﺪ ﺇﺫ ﻻ ﻳﻤﺎﺛﻞ ﻗﺮﺑﻪ ﻗﺮﺏ اﻷﺟﺴﺎﻡ ﻛﻤﺎ ﻻ ﺗﻤﺎﺛﻞ ﺫاﺗﻪ ﺫاﺕ اﻷﺟﺴﺎﻡ

Meskipun begitu, Dia tetap dekat dengan segala sesuatu. Dia lebih dekat kepada hambanya melebihi dekatnya urat nadi. Dia menyaksikan segala sesuatu. Sebab, kedekatanNya berbeda sama sekali dengan kedekatan suatu benda. Sebagaimana zatNya sama sekali berbeda dengan zat benda.

ﻭﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﻞ ﻓﻲ ﺷﻲء ﻭﻻ ﻳﺤﻞ ﻓﻴﻪ ﺷﻲء ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﺱ ﻋﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﺪﻩ ﺯﻣﺎﻥ ﺑﻞ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺧﻠﻖ اﻟﺰﻣﺎﻥ ﻭاﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﻫﻮ اﻵﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻥ

Dia tidak menyusup ke dalam sesuatu, dan tidak disusupi sesuatu. (Tidak bertempat dan tidak ditempati). Maha Suci Allah. Tidak mungkin Dia dikelilingi oleh tempat (ruang), sebagaimana Dia maha suci dari dibatasi oleh waktu. Allah telah ada sebelum Dia menciptakan waktu dan sebelum dia menciptakan tempat. Saat ini Dia masih dalam keadaan yang sama (tidak bertempat dan tak dibatasi waktu).

(الغزالي، قواعد العقائد)

Al Ghazali, Qawaid Aqaid.

Untuk para kyai mohon koreksi terjemahannya biar lebih mudah dicerna.

--

Ini lagu bagus simak sampai ada bahasa indonesia.

Najih Ibn Abdil Hameed

11 November 2018  · 

Ahlussunnah Asyariyah :

"ALLAH TIDAK MEMERLUKAN TEMPAT"

Dia tidak bertempat sebelum terciptanya tempat (alam semesta), dan setelah tercipta tempat Dia tetap ada tanpa tempat.

Jahmiyah :

"ALLAAH BERTEMPAT DI MANA MANA SETIAP TEMPAT"

Salafiyah :

"ALLAH BERTEMPAT DI ATAS LANGIT DI ATAS ARASY"

Kita berakidah Ahlussunnah Asyariyah.

Najih Ibn Abdil Hameed

1 Desember 2020  · 

Namun penjelasan gamblang seperti itu senantiasa dibantah oleh sebagaian orang terutama kelompok xyz. Mereka bersikukuh mengartikan dhohir ayat sesuai kemauan mereka bahwa Allah berada di atas.

Apakah dengan keyakinan yang penuh dusta itu mereka menjadi kafir??

Menurut Ahlussunnah, keyakinan "Allah berada di arah mata angin tertentu" merupakan keyakinan salah yang tidak sesuai fakta. Akan tetapi meyakininya tidak sampai menyebabkan kafir.

Imam An Nawawi mengkhususkan tidak kafir bagi orang awam saja, sebab memahami "tiada tempat tiada arah" memang bukan hal mudah bagi orang awam.

Meyakini Allah ada di atas tidak menyebabkan kafir karena secara umum arah atas mengandung nilai keagungan. Sedangkan meyakini Allah ada di bawah maka jelas kafir sebab ada konotasi merendahkan.

Keyakinan yang benar Allah tidak bertempat dan tidak bisa ditunjuk jari ke arah mata angin mana pun.

Sumber FB Ustadz : Najih Ibn Abdil Hameed

28 Maret 2021 pada 09.33  · 

Allah Ta'ala Sayang Hamba-Nya

Allah Ta'ala Sayang Hamba-Nya - Kajian Islam Tarakan

ALLAH TA'ALA SAYANG HAMBA-NYA

Kadang kita perlu merunduk sedikit ke bawah,

Agar dapat melompat lebih tinggi ke atas..

Kadang kita perlu mundur sedikit ke masa lalu,

Agar dapat melangkah lebih baik...

Ingat...

Kadang itu artinya SEKALI KALI bukan seringkali...

Yang penting jangan sampai terjatuh dan tak bangkit lagi...

Allah Ta'ala sangat sayang kita (hambaNya)

Saat kita tertimpa bencana (atau apapun yg kita tidak suka) terkadang kita tidak sadar bahwa setiap cobaan yang kita alami, selalu ada hikmah dibaliknya.  

Kita bahkan lupa diri dan mengumpat dengan apa yang kita alami. Seolah-olah kita adalah mahluk paling menderita. 

Kita lupa, bahwa Allah Ta'ala adalah sebaik-baiknya pelindung dan penolong. Sebagaimana sejumlah tanda di bawah ini adalah karena Allah Ta'ala sayang kepada hamba-Nya.

1- Diberikan Kesedihan

Hamba yang disayangi oleh Allah Ta'ala kerap diberi kesedihan. Sebab dengan kesedihan itu, seorang hamba akan sering menyebut Nama-Nya.

2- Diberikan Kesakitan

Dengan kesakitan itu kita akan senantiasa memohon kesembuhan² dari-Nya. Tidaklah Allah Ta'ala meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya. Dengan sakit, Allah Ta'ala mencabut dosa-dosa kita, Insyaa Allah.

3- Diberikan Kehilangan

Kehilangan membuat seorang hamba terpuruk dan kembali mengingat sang penciptanya. Dengan kehilangan kita akan sering menyebut Nama-Nya agar kita diberi ketabahan. 

4- Diberi Kesusahan

Siapa bilang kesusahan tanda Allah Ta'ala berpaling dari kita. Sebaliknya, dengan kesusahan itu kita akan menjadi Ridha dan sabar.

5- Diberikan Penderitaan

Karena hanya jiwa yang menderita yang akan selalu dekat pada-Nya. Terkadang kesenangan itulah yang membuat kita lalai mengingat Allah Ta'ala.

Semoga kita semua sekeluarga sehat dzohir bathin. Di beri Kekuatan Iman Islam. Istiqomah dalam kebaikan. 

Menjadi hamba yang Bahagia Dunia akhirat dan bersyukur selalu serta Slalu Dlm Lindungan jg Ridhonya Allah...

Aamiin Yaa Rabb....

اَلّٰلهُمَّ صَلِّ عَلَی سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَی آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ

Sumber FB Ustadz : Alhabib Quraisy Baharun

29 Maret 2021· 

Sifat dan Tabiat Musibah

Sifat dan Tabiat Musibah - Qoutes Kajian Islam

Sifat dan Tabiat Musibah

"Allah tidak menciptakan sesuatu apapun, kecuali berasal dari yang kecil kemudian menjadi besar. Kecuali musibah, awalnya ia dijadikan besar, kemudian semakin mengecil." ~ Hudzaifah al-Yamani ~

Kesadaran yang akan membuat kita tidak larut dalam kesedihan di kala tertimpa musibah adalah  ;

هذا الوقت سوف يمضى

"Semua ini pasti akan berlalu..."

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

Qoutes · 11 Maret 2021 pada 12.38  · 

Lafal Niat Shalat Sunnah Tawaf

Lafal Niat Shalat Sunnah Tawaf - Kajian Islam
Lafal Niat Shalat Sunnah Tawaf

Shalat sunnah tawaf biasa disebut juga dua rakaat tawaf. Shalat wajib dan shalat rawatibnya sudah memadai untuk menggantikan shalat sunnah dua rakaat tawaf. Tetapi jamaah haji atau umrah tetap dianjurkan untuk melakukan shalat sunnah dua rakaat tawaf sebagaimana saran Imam An-Nawawi.

Adapun berikut ini adalah lafal niat shalat sunnah dua rakaat tawaf:

أُصَلِّيْ سُنَّةً الطَّوَافِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً للهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatat thawāf rak‘ataini mustaqbilal qiblati, adā’an lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Aku menyengaja shalat sunnah tawaf dua rakaat dengan menghadap kiblat, tunai karena Allah ta‘ala.”

Shalat dua rakaat tawaf termasuk salah satu shalat sunnah yang mengandung keutamaan.

وحاصل التفضيل أن تقول أفضل النفل صلاة عيد الأضحى، ثم الفطر، ثم كسوف الشمس، ثم خسوف القمر، ثم ركعتا الفجر ثم الاستسقاء، ثم الوتر، ثم بقية الرواتب المؤكدة، ثم الرواتب غير المؤكدة، ثم التراويح، ثم الضحا، ثم ركعتا الطواف ثم التحية ثم الإحرام وقيل الثلاثة سواء وهو المعتمد ثم سنة الوضوء ثم النفل المطلق في الليل ثم في النهار

Artinya, “Simpulan keutamaan shalat sunnah secara urut dari yang teratas ke bawah menempatkan shalat Idul Adha, shalat Idul Fitri, shalat gerhana matahari, shalat gerhana bulan, shalat sunnah fajar, shalat istisqa, shalat witir, shalat rawatib muakkad, shalat rawatib ghairu muakkad, shalat tarawih, shalat dhuha, shalat dua rakaat tawaf, shalat tahiyyatul masjid, shalat sunnah ihram–sebagian ulama berpendapat tiga shalat ini sama saja–, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah mutlak malam (tahajud), dan shalat sunnah mutlak siang,” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khathib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz II, halaman 77).

Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib fi Raudhatit Thalib menempatkan shalat sunnah dua rakaat tawaf sebagaimana shalat sunnah lainnya perihal bacaan.

Jika dilakukan pada siang hari, maka bacaan shalat sunnah tawaf dilafalkan dengan sir (perlahan). Sebaliknya, jika dilakukan pada malam hari, maka bacaan shalat sunnah tawaf dilafalkan secara jahar (lantang). Tetapi jika ada jamaah lain yang terganggu oleh bacaan jahar, maka bacaan shalat sunnah tawaf sebaiknya dilafalkan secara sir sebagaimana keterangan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib.

Imam Al-Khatib As-Syarbini dalam Al-Iqna menyebutkan pelaksanaan shalat sunnah tawaf diutamakan di belakang Maqam Ibrahim. Jika tidak memungkinkan di belakang Maqam Ibrahim, shalat sunnah tawaf baiknya dikerjakan di Hijir Ismail.

Jika tidak memungkinkan di Hijir Ismail, shalat sunnah tawaf dapat dikerjakan di sisi mana saja Masjidil Haram. Tetapi jika tidak memungkinkan juga, shalat sunnah tawaf dapat dikerjakan di luar Masjidil Haram yang masih termasuk ke dalam tanah haram Makkah.

Semoga lafal niat shalat sunnah dua rakaat tawaf ini membantu jamaah haji dan umrah fokus dalam niat shalat di dalam hati. Wallahu a’lam. (Alhafiz K)

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/108506/lafal-niat-shalat-sunnah-tawaf (Jumat 12 Juli 2019 08:00 WIB)

Dua Golongan Pengancam Kesucian Islam

Dua Golongan Pengancam Kesucian Islam - Qoutes Kajian Islam Tarakan

Dua Golongan Pengancam Kesucian Islam

"Orang-orang ekstremis, berlebihan dan seringkali mengharamkan perkara halal, tidaklah lebih baik dan utama dari para pelaku bid'ah dan mereka yang seringkali menghalalkan apa yang Allah haramkan. Keduanya golongan yang mengancam kesucian Islam."

~Syekh Prof. Dr. Ali Jum'ah~

Sumber FB Ustadz : Ahbab Maulana Syaikh Ali Jum'ah

30 Maret 2021

Persiapan Menyambut Ramadhan

Bukan Sekedar Sampai - Qoutes Kajian Islam

PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN

1. Memperbanyak do’a agar dipertemukan dengan Ramadhan.

Mu’alla bin al-Fadhl berkata: “Orang-orang shalih terdahulu berdoa kepada Allah Ta’ala selama enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan.”

2. Membayar hutang-hutang puasa.

فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

“Dan Hutang terhadap Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Memperbanyak puasa sunnah.

Ummul mukminin Aisyah berkata, “Aku belum pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan  Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Rasulullah saw paling banyak berpuasa dalam sebulan melainkan pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari)

4. Mempersiapkan dana.

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata, “Nabi shallahu’alaihi wassalam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

5. Kesiapan Fisik

“Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Hakim)

6.  Menyelenggarakan targhib Ramadhan dan mempersiapkan ilmu.

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu ia berkata, “Menjelang kedatangan bulan Ramadhan, Rasulullah shallalahu alaihi wasallam bersabda :

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian bulan yang diberkahi. Diwajibkan kepada kalian berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.”(HR. Ahmad).

7.  Menjaga hubungan baik dengan kaum muslimin.

Bulan Ramadhan adalah bulan kasih sayang Allah, yang kasih sayang itu akan diberikan kepada hamba yang penyayang. Ia bulan ampunan Allah, yang mana ampunan itu hanya diberikan kepada hamba yang pemaaf. Disebutkan dalam sebuah hadits :

إِنَّ اللهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مَشَاحِن

"Sesungguhnya Allah memperhatikan pada malam nishfu Sya'ban, lalu mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang permusuhan terhadap saudaranya." (HR. Ibnu Majah)

 Semoga kita dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini, dan menjadi Ramadhan terbaik kita dibanding tahun - tahun sebelumnya. Amin.

Waallahu a’lam bisshawwab.©AST

Bukan Sekedar Sampai

"Apabila engkau berdoa kepada Allah agar disampaikan kepada bulan Ramadhan, jangan lupa untuk berdoa pula agar Allah memberkahimu di bulan Ramadhan, karena ini bukan tentang hanya sekedar sampai, namun ini tentang apa yang engkau akan kerjakan di dalamnya." ~Abdurrahman Sa'di ~

Sumber FB Ustadz :  Ahmad Syahrin Thoriq

Kajian & Qoutes· 20 jam  · 

Mandi Sunnah dalam Ibadah Haji dan Umrah

Mandi Sunnah dalam Ibadah Haji dan Umrah - Kajian Islam
Mandi Sunnah dalam Ibadah Haji dan Umrah
   
Mandi sunnah dianjurkan bagi jamaah haji dan umrah sebelum melakukan beberapa hal yang terdapat rangkaian ibadah haji dan umrah. Mandi sunnah ini dimaksudkan untuk kepentingan ibadah dan faktor kebersihan sekaligus.

قوله (ويستحب للحاج الغسل في عشرة مواضع للإحرام) ولو بالعمرة والقصد به العبادة والتنظيف

Artinya, “Perkataan, (jamaah haji dianjurkan mandi pada 10 titik, yaitu ihram dan seterusnya) sekalipun ihram umrah. Tujuannya adalah ibadah dan kebersihan,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 76).

Imam An-Nawawi menyebut sedikitnya 10 titik di mana jamaah haji dan umrah dianjurkan untuk melakukan mandi sunnah. Imam An-Nawawi menyebutkan 10 titik dalam rangkaian ibadah haji dan umrah pada Al-Idhah fi Manasikil Hajji, karyanya yang mengupas ibadah haji dan umrah secara khusus.

ويستحب للحاج الغسل في عشر مواضع للإحرام ولدخول مكة وللوقوف بعرفة وللوقوف بمزدلة بعد الصبح يوم النحر ولطواف الإفاضة وللحلق وثلاثة آغسال لرمي جمار آيام التشريق ولطواف الوداع

Artinya, “Jamaah haji dianjurkan untuk mandi sunah pada 10 titik, yaitu (sebelum) ihram, saat memasuki Kota Makkah, wuquf di Arafah, wuquf di Muzdalifah setelah Subuh hari nahar, tawaf ifadhah, cukur, tiga mandi untuk melempar jumrah pada hari tasyriq, dan tawaf wada‘,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 77).

Anjuran melakukan mandi sunnah ini tidak hanya berlaku bagi jamaah haji laki-laki dan perempuan. Anjuran ini juga berlaku bagi jamaah haji yang sedang mengalami haid.

ويستوى في استحبابها الرجل والمرآة والحائض ومن لم يجد ماء فحكمه ما سبق

Artinya, “Kesunnahan mandi ini berlaku sama bagi jamaah haji laki-laki, perempuan, dan jamaah yang sedang haidh. Jamaah haji yang tidak mendapatkan air, maka hukumnya mengikuti penjelasan yang telah lalu,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 77).

Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa mandi sunnah sangat dianjurkan sekali bagi jamaah haji dan umrah pada 10 titik ini. Bahkan, mereka yang tidak menemukan air atau uzur menggunakan air tetap dianjurkan untuk melakukan pengganti mandi sunnah, yaitu tayamum. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/109399/ini-10-mandi-sunnah-dalam-ibadah-haji-dan-umrah (Sabtu 3 Agustus 2019 10:15 WIB)

Rezeki Telah Dijamin

Rezeki Telah Dijamin - Qoutes Kajian Islam

Rezeki Telah Dijamin

"Diantara keajaiban urusan rezeki bahwa ia lebih mengetahui tempat dan alamatmu, daripada pengetahuanmu akan tempat dan alamatnya. Jika itu memang bagian untukmu, ia akan datang mengetuk pintumu. Namun jika bukan jatahmu, ia hanya akan membuatmu lelah dalam mencarinya." ~ Syaikh Mutawalli Sya'rawi ~ 

“Sesungguhnya rezeki itu akan memburu seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.” HR. Thabrani)

Rezeki harus dicari. Karena mencari rezeki itu perintah Allah.

Namun, meski tidak mencarinya, rezeki itu juga tetap akan didatangkan oleh Allah. Hanya kadar keberkahan dan manfaatnya berbeda.

Fungsi dari Ikhtiar yang benar, diantaranya agar rezeki itu bisa digunakan disaat kita sedang membutuhkan. Sedangkan jika kita tidak ikhtiar bisa dicabut keberkahannya, sehingga kita mendapatkan disaat kita tidak membutuhkan.

Jika jatah rezeki kita satu Trilyun, itu tetap akan diberikan utk satu trilyun lengkap dengan koma-komanya. Namun apa gunanya jika kita mendapatkan 1 T, besoknya meninggal ? 

Itu contoh sederhana saja. Meski rezeki itu bukan hanya uang, ilmu juga rezeki.

Wallahu a'lam.

Sumber FB Ustadz : Ahmad Syahrin Thoriq

Qoutes · 15 Maret 2021 pukul 14.12  · 

Shalat Sunnah Dua Rakaat sebelum Berangkat Haji

Shalat Sunnah Dua Rakaat sebelum Berangkat Haji - Kajian Islam
Shalat Sunnah Dua Rakaat sebelum Berangkat Haji

Jamaah haji disarankan untuk melakukan shalat sunnah dua rakaat perjalanan sebelum keluar dari rumah untuk kemudian menuju tanah suci. Jamaah haji dapat melakukan shalat sunnah dua rakaat ringan dengan surat bacaan yang telah ditentukan.

Shalat sunnah dua rakaat ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Idhah fi Manasikil Hajj. Shalat sunnah berikut bacaan surat dan doa setelahnya disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam karyanya yang membahas khusus tata cara ibadah haji dan umrah.

يستحب إذا أراد الخروج من منزله أن يصلي ركعتين يقرأ في الأولى بعد الفاتحة (قل يا أيها الكافرون) وفي الثانية (قل هو الله أحد) ففي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما خلف عبد أهله أفضل من ركعتين يركعهما عندهم حين يريد السفر

Artinya, “Jamaah haji dianjurkan melakukan shalat dua raka’at sebelum keluar rumah. Pada rakaat pertama, ia dianjurkan untuk membaca surat Al-Kafirun dan membaca surat Al-Ikhlas untuk rakaat kedua. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan yang lebih utama ketika keluar rumah kecuali shalat dua raka’at,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23).

Berikut ini adalah rangkaian amalan sebelum jamaah haji keluar rumah menuju tanah suci:

1. Shalat sunnah dua rakaat.

a. Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Kafirun (pada rakaat pertama).
b. Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas (pada rakaat kedua).

2. Baca Ayat Kursi (Surat Al-Baqarah ayat 255) setelah salam.

اللهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَاْ خُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَّهُ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِاِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَينَ اَيْدِيْهِمِ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلاَ يُحْيِطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ، وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمُا، وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيْمُ

Artinya, “Allah, tiada yang layak disembah kecuali Dia yang hidup kekal lagi berdiri sendiri. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat menjaga keduanya. Dia maha tinggi lagi maha agung.”

3. Baca Surat Quraisy.

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ ٬إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ ٬ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ٬ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

Artinya, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas, Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

4. Doa memohon penguatan perjalanan.

اللهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ٫ وَبِكَ اعْتَصَمْتُ٫ اللهُمَّ اكْفِنِي مَا أَهَمَّنِي وَمَا لَمْ أَهْتَمَّ بِهِ. اللهُمَّ
زَوِّدْنِي التَّقْوَى وَاغْفِرْ لي ذَنْبِي

Allahumma ilayka tawajjahtu, wa bika‘tashamtu. Allahummakfini ma ahammani wa ma lam ahtamma bihi. Allahumma zawwidnit taqwa, waghfir li dzanbi.

Artinya, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku menghadap. Hanya dengan-Mu aku berpegang. Ya Allah, cukupilah aku akan apa yang membimbangkanku dan apa yang tidak membimbangkanku. Ya Allah, berilah aku ketakwaan sebagai bekal. Ampunilah dosaku,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23).

5. Doa memohon kemudahan dan penitipan atas segala yang ditinggalkan.

اللهُمَّ بِكَ أَسْتَعِيْنُ، وَعَلَيْكَ أَتَوَكَّلُ٬ اللهُمَّ ذَلُّلْ لِيْ صُعُوبَةَ أَمْرِيْ٬ وَسَهِّلْ عَلَيَّ مَشَقَّةَ سَفَرِيْ٬ وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أَكْثَرَ مِمَّا أَطْلُبُ٬ وَاصْرِفْ عَنِّي كُلَّ شَرٍّ٬ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِيْ وَنَوِّرْ قَلْبِيْ وَيَسِّرْ لِي أَمْرِيْ. اللهُمَّ إِنِّي أَسْتَحْفِظُكَ وَأَسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِيْنِي وَأَهْلِي وَأَقَارِبِي وَكُلَّ مَا أَنْعَمْتَ بِهِ عَلَيَّ وَعَلَيْهِمْ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيَا فَاحْفَظْنَا أَجْمَعِيْنَ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ يَا كَرِيْمُ

Allahumma bika asta'inu, wa 'alayka atawakkalu. Allahumma dzallil li shu'ubata amri, wa sahhil 'alayya masyaqqata safari, warzuqni minal khayri aktsara min ma athlubu, washrif 'anni kulla syarr. rabbisyrah li shadri, wa nawwir qalbi, wa yassir li amri. Allahumma inni astahfizhuka wa astawdi'uka nafsi wa dini wa ahli wa aqaribi wa kulla ma an'amta bihi 'alayya wa 'alayhim min akhiratin wa duniya, fahfazhna ajma'ina min kulli su'in ya karim.

Artinya, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan dan hanya kepada-Mu aku pasrah. Ya Allah, turunkanlah kesulitan urusanku. Mudahkanlah beban kesulitan perjalananku. Karuniakanlah aku sebagian dari kebaikan lebih banyak dari yang kuminta. Palingkanlah segala keburukan daripadaku. Tuhanku, lapangkanlah dadaku. Terangilah hatiku. Mudahkanlah urusanku. Ya Allah, aku meminta penjagaan dan menitipkan diriku, agamaku, keluarga, kerabatku, dan semua yang Kauanugerahkan kepadaku dan kepada mereka baik dunia maupun akhirat. Pelihaalah kami semua dari segala kejahatan wahai Tuhan yang pemurah,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 23).

Semua rangkaian amalan ini disarikan dari Al-Idhah karya Imam An-Nawawi. Amalan ringkas sebelum memulai perjalanan ini dapat dilakukan oleh jamaah haji menuju tanah suci dan musafir lain secara umum. Wallahu a’lam. (Alhafiz K)

Sumber Web: https://islam.nu.or.id/post/read/109510/shalat-sunnah-dua-rakaat-sebelum-berangkat-haji (Selasa 6 Agustus 2019 08:30 WIB)

Takut Bid'ah Meninggalkan Sunnah

Takut Bid'ah Meninggalkan Sunnah - Kajian Islam Tarakan

Takut Bid'ah Meninggalkan Sunnah

Oleh: Hanif Luthfi

Beberapa orang itu, karena takutnya terhadap bid'ah malah meninggalkan sunnah. Selepas shalat, ada beberapa jamaah yang langsung mundur, kadang langsung pulang. Khawatir bid'ah diajak salaman, bid'ah dzikir bersama. Kadang lupa, senyum kepada saudara muslimnya, itu juga sunnah.

Takut bid'ah di kuburan, malah meninggalkan sunnah ziarah kubur. Takut bid'ah dalam berdoa, malah tak mengamini doa orang lain. Takut bid'ah shalawatan, lupa memperbanyak shalawat.

Termasuk malam nishfu Sya'ban ini. Entah kalender antum malam nishfu Sya'bannya malam ini atau besok malam. Ada yang khawatir masuk bid'ah malam nishfu Sya'ban, tapi malah meninggalkan sunnah. 

Malam nishfu Sya'ban dilalui biasa-biasa saja, karena khawatir bid'ah.

Tapi, benarkah hadis-hadis tentang keutamaan malam Nishfu Sya'ban itu valid dan shahih? Bagaimana para ahli hadis menilai hadisnya? Bagaimana para ulama melalui malam itu? Benarkah ada bentuk ibadah yang dianggap bid'ah yang jelek dalam malam Nishfu Sya'ban?

Saya sedikit tuliskan tentang malam nishfu Sya'ban ini dalam bentuk buku. Silahkan dibaca disini:

https://www.rumahfiqih.com/pdf/354

Semoga bermanfaat ya! Kalo ada masukan atau pertanyaan, sampaikan saja pada kolom komentar.

Sumber FB : Hanif Luthfi

28 Maret 2021· 

Doa Nisfu Sya'ban

Doa Nisfu Sya'ban

Doa Nisfu Sya'ban - Doa Kajian Islam Tarakan

Doa Nisfu Sya'ban - Doa Kajian Islam Tarakan
Doa Nisfu Sya'ban - Doa Kajian Islam Tarakan

MALAM NISFU SYA'BAN 

Insya Allah malam nisfu sya’ban jatuh pada Malam Senin 28 Maret 2021

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ. رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ والطَّبَرَانِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ 

“Allah merahmati para hamba-Nya di malam Nishfu Sya’ban, maka Ia mengampuni semua makhluk-Nya, kecuali orang yang musyrik dan seorang muslim yang ada permusuhan, kedengkian dan kebencian terhadap muslim lain karena urusan duniawi”

✅ Nisfu Sya'ban tidak ada salatnya yang khusus, maka kalau salat cukup niat salat sunnat dua roka'at, sampai 6 roka'at. Kemudian membaca surat Yasin 3 kali :

✅ Yasin yang pertama berniat semoga diberi umur panjang serta diberi taufiq menjalankan to'at. Kemudian berdo'a dengan do'a nisfu Sya'ban.

✅ Yasin yang kedua berniat semoga dijaga /diberi selamat dari semua afat dan musibah dan semoga diluaskan rizqinya baik rizqi lahir maupun batin. Kemudian berdo'a dengan do'a nisfu Sya'ban.

✅ Yasin yang ketiga berniat semoga diberi hati yang kaya selalu merasa kecukupan dan semoga pada akhir hayatnya diberi husnul khotimah. Kemudian berdo'a dengan do'a nisfu Sya'ban.

اللهم صل على سيدنا محمد

*# MALAM NISFU SYA'BAN 

NANTI MALAM

Tanggal 28 Maret 2021 atau pada Malam Senin. 

Yaitu : Malam ke 15 bulan Sya'ban,.... !

Dianjurkan membaca...

- Surah Yasin  ( 3x )

Surah Yasin ke .1

"Dibaca untuk memohon panjang Umur...,keTa'atan dan  keTaqwa'an serta istiqomah  kepada Allah Ta'ala ."

Surah Yasin ke .2

"Dibaca untuk memohon di luaskan Rezeqi yg halal & menolak Bala ."

Surah Yasin ke 3.

"Dibaca untuk memohon ditetapkannya Iman Islam hingga Akhir hayat ."

Berdo'alah secara khusyu' ... meminta apa apa yg tersirat dalam hati. 

Karena malam nisfu Sya'ban adalah malam yg sangat di ijabah

untuk di qobul semua do'a do'a & hajat hajat yang di inginkan 

Para Ulama menyatakan bahwa Malam nisfu Sya'ban juga dinamakan malam pengampunan 

atau malam  maghfiroh. Imam Al-Gozhali RA. mengistilahkan malam nisfu 

Sya'ban sebagai malam yg penuh dg Syafa'at ( pertolongan )  menurut beliau .....! 

Malam ke 13 bulan Sya'ban,  Allah memberikan 3 Syafa'at kepada hamba - NYA 

Malam ke .14 "seluruh Syafa'at di berikan secara penuh ."

Malam ke .15  "Umat islam dapat memiliki banyak sekali kebaikkan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun."

Karena pada malam itu Allah Ta'ala menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi terutama kepada hamba hambanya yg Sholeh.

Doa ,,

" Allahumma bariklana fii Sya' bana wa ballighna Ramadhona ."

artinya ,

" Ya ,Allah berilah ke berkahan di bulan Sya'ban dan sampaikanlah umurku menjumpai bulan Ramadhon ." baca , 

- .Astaghfirullah al Adzim  ( 100x )

,- Tahmid & Takbir.             ( 100 x)

- Shalawat Nabi.                  ( 100x )

dan dzikir dzikir lainnya ..

Wallahu Alam , 

🌸Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)

SAMPAIKAN KEPADA ORANG LAIN MAKA INI ADALAH SEDEKAH JARIAH DAN PADA SETIAP ORANG YANG MENGAMALKANYA KAMU AKAN IKUT MENDAPATKAN PAHALANYA INSYA ALLAH AAMIIN....

INDAHNYA BERBAGI

SEMOGA BERMANFA'AT

Sumber : Berbagai Sumber

Doa Nabi Yunus Memohon Ampunan

Doa Nabi Yunus Memohon Ampunan - Doa Kajian Islam Tarakan

Doa Nabi Yunus Memohon Ampunan

LAA ILAAHA ILLAA ANTA SHUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN

"Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim"

Setiap manusia pasti punya masalah, punya persoalan. Akan jadi tenang diri ini kalau setiap ada masalah yang pertama diingat adalah Alloh

Sahabat mari amalkan doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ini ketika ia berdoa saat kesulitan mencari jalan keluar didalam perut ikan paus.

"...Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Alloh kabulkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 3505) 

#dakwahsunnah #dakwah  #dakwahtauhid #dakwahislam #ceramah #tausiyah #yukhijrah #hijrah #hijrahcinta #pemudahijrah #hijrahku #beranihijrah #hijrahyuk #alquran

Sumber FB : KH. Abdullah Gymnastiar 

Doa Kajian · 8 Maret 2021· 

Empat Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah

Empat Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah - Kajian Islam
Empat Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah

M. Mubasysyarum Bih
   
Hukum asal berkurban adalah sunnah kifayah (kolektif), artinya bila dalam satu keluarga sudah ada yang mengerjakan, sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lain. Bila tidak ada satu pun dari mereka yang melaksanakan, maka semua yang mampu dari mereka terkena imbas hukum makruh.

Kurban bisa berubah menjadi wajib bila terdapat nazar, misalnya ada orang bernazar kalau lulus sekolah atau dikaruniai anak, ia akan berkurban dengan seekor sapi. Saat cita-cita yang diharapkan tercapai, maka wajib baginya untuk mengeluarkan hewan kurban yang ia nazarkan. Dalam kondisi demikian, hukum berkurban baginya adalah wajib.

Secara umum kurban sunnah dan kurban wajib memiliki beberapa titik kesamaan, misalnya dari segi waktu pelaksanaan, keduanya dilaksanakan pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Bila dilakukan di luar waktu tersebut, maka tidak sah sebagai kurban. Tata cara menyembelih mulai dari syarat, rukun dan kesunnahan juga tidak berbeda antara dua jenis kurban tersebut.

Keduanya menjadi berbeda dalam empat hal sebagai berikut:

Pertama, hak mengonsumsi daging bagi mudlahhi (pelaksana kurban).

Dalam kurban sunnah, diperbolehkan bagi mudlahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.
Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:

ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).

Kedua, kadar yang wajib disedekahkan. Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong palstik daging.

Tidak mencukupi memberikan kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan. Kadar daging paling minimal tersebut wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. Selebihnya dari itu, mudlahhi diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak (lihat: Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).

Sedangkan kurban wajib, semuanya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali, tidak diperkenankan bagi mudlahhi dan orang-orang yang wajib ia nafkahi untuk memakannya. Demikian pula tidak diperkenankan diberikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah (lihat: Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 9, hal. 363).
Ketiga, pihak yang berhak menerima.

Seperti yang telah disinggung di atas, kurban wajib hanya berhak diterima fakir/miskin, mudlahhi dan orang kaya tidak berhak menerimanya. Semuanya meliputi daging, kulit, tanduk dan Sebagainya wajib disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali. Bila ada bagian kurban yang distribusinya tidak tepat sasaran, maka wajib mengganti rugi untuk fakir/miskin.

Dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin disebutkan:

ولو نذر التضحية بمعيبة أو صغيرة أو قال جعلتها أضحية فإنه يلزم ذبحها ولا تجزئ أضحية وإن اختص ذبحها بوقت الأضحية وجرت مجراها في الصرف. ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره

“Bila seseorang bernazar berkurban dengan hewan yang cacat atau masih kecil atau ia mengatakan; aku menjadikannya sebagai hewan kurban; maka wajib disembelih dan tidak mencukupi sebagai kurban, meski waktu penyembelihannya khusus pada waktu kurban dan berlaku ketentuan kurban wajib dalam hal tasaruf (pemanfaatan). Haram memakan dari kurban atau hadyu yang wajib disebabkan nazar.”

ـ (وقوله: وجرت) أي الملتزمة. (وقوله: مجراها) أي الأضحية الواجبة. وقوله: في الصرف أي فيجب صرفها كلها للفقراء والمساكين، كالأضحية الواجبة. (قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها. فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء

“Ucapan Syekh Zainuddin; dalam hal tasaruf; maka wajib mengalokasikan keseluruhannya untuk fakir/miskin seperti kurban wajib. Ucapan Syekh Zainuddin; dan haram memakan; maksudnya haram memakan hewan kurban dan hadyu yang dinazari. Maka wajib bagi orang yang berkurban mensedekahkan semuanya, hingga tanduk dan kikilnya. Bila mudlahhi memakan satu bagian darinya, maka wajib mengganti rugi kepada orang fakir” (Syekh Abu Bakr bin Muhammad Syatha al-Bakri, Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 378).

Sementara untuk kurban sunnah, boleh diberikan kepada orang kaya dan fakir/miskin. Hanya saja, terdapat perbedaan hak orang kaya dan miskin atas daging kurban yang diterimanya. Kurban yang diterima fakir/miskin bersifat tamlik, yaitu memberi hak kepemilikan secara penuh. Kurban yang ia terima boleh dijual, dihibahkan, disedekahkan, dimakan dan lain sebagainya.

Sedangkan hak orang kaya atas daging kurban yang diterimanya hanya untuk tasaruf yang bersifat konsumtif. Orang kaya hanya boleh memakan dan memberikannya kepada orang lain hanya untuk dimakan, semisal disuguhkan kepada para tamu. Mereka tidak diperbolehkan menjual, menghibahkan, dan tasaruf sejenis yang memberikan kepemilikan utuh terhadap pihak yang diberi.

Adapun pengertian orang kaya dalam bab ini adalah setiap orang yang haram menerima zakat, yaitu orang yang memiliki harta atau usaha yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk dirinya atau keluarga yang wajib ia nafkahi. Sedangkan fakir/miskin sebaliknya, yaitu orang yang aset harta atau usahanya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, baik untuk diri sendiri atau keluarga yang wajib dinafkahi (lihat: Syekh Abu Bakr bin Muhammad Syatha al-Bakri, Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 379).

Keempat, niat. Kurban sunnah dan wajib diperbolehkan untuk disembelih sendiri oleh mudlahhi, boleh pula diwakilkan kepada orang lain. Kedunya sama-sama disyaratkan niat. Niat bisa dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan yang ingin dibuat kurban dengan hewan lainnya. Niat berkurban boleh dilakukan sendiri atau diwakilkan kepada orang lain.

Adapun perbedaannya terkait dengan lafal niatnya. Contoh niat kurban sunnah yang diniati sendiri:

نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah.”

Contoh niat kurban sunnah yang dilakukan oleh wakilnya mudlahhi:

نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْمَسْنُوْنَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.

Contoh niat kurban wajib yang diniati sendiri oleh mudlahhi:

نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ نَفْسِيْ لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah”

نَوَيْتُ الْأُضْحِيَّةَ الْوَاجِبَةَ عَنْ زَيْدٍ مُوَكِّلِيْ لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah”.
Perbedaan yang lain adalah dalam kasus kurban nazar yang telah ditentukan hewannya, misalnya ada orang sambil menunjuk hewan tertentu yang dimilikinya berkata “Aku bernazar berkurban dengan kambingku yang ini”. Dalam kasus ini, kambing yang ia tunjuk sebagai kurban nazar sudah keluar dari miliknya. Oleh sebab itu tidak dibutuhkan niat berkurban dalam pelaksanaan kurban kambing tersebut. Jadi dalam kasus tertentu, terkadang kurban wajib tidak disyaratkan niat, sedangkan kurban sunnah disyaratkan niat secara mutlak (lihat: Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Dar al-Minhaj, hal. 827).

Demikian empat perbedaan kurban wajib dan sunnah, semoga bermanfaat.

Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/109854/4-perbedaan-kurban-wajib-dan-sunnah (Rabu 14 Agustus 2019 19:00 WIB)

Awal Mula Keutamaan Sunnah Rasul Malam Jumat

Awal Mula Keutamaan Sunnah Rasul Malam Jumat - Kajian Islam
Awal Mula Keutamaan Sunnah Rasul Malam Jumat
 
Sunnah Rasul malam Jumat belakangan ramai dipahami sebagai hubungan intim atau hubungan suami dan istri. Hal ini cukup beralasan karena dalam hadits ada riwayat yang mengarah ke sana. Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani mengutip riwayat yang menyebut perkawinan para nabi di hari Jumat.

روى أنس بن مالك رضي الله عنه بالإسناد الذي ذكرناه في المجلس الأول قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن يوم الجمعة فقال يوم صلة ونكاح قالوا كيف ذلك يا رسول الله قال لأن الأنبياء عليهم الصلاة والسلام كانوا ينكحون فيه

Artinya, "Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan dengan sanad yang telah kami sebutkan di bab pertama, ia bercerita bahwa Rasulullah Saw ditanya perihal Hari Jumat. Rasulullah menjawab, ‘(Jumat) adalah hari hubungan dan perkawinan.’ Sahabat bertanya, ‘Bagaimana demikian, ya Rasulullah?’ Nabi Muhammad Saw menjawab, ‘Para nabi dahulu menikah di hari ini,’” (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).

Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani melanjutkan bahwa Hari Jumat merupakan hari perkawinan beberapa rasul dan orang shaleh. Jumat merupakan hari perkawinan Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Nabi Yusuf AS dan Zulaikha, Nabi Musa AS dan Shafura (Zipora) binti Nabi Syu’aib AS, Nabi Sulaiman AS dan Bilqis, Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW dan Siti Aisyah, dan Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah Az-Zahra, (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa tahun, halaman 110).

Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits Rasulullah Saw yang menyatakan keutamaan hubungan intim pada hari Jumat. Namun demikian, ulama-ulama hadits menilai riwayat hadits ini sebagai riwayat yang lemah sehingga tidak dapat menjadi dasar hukum. Teks hadits riwayat Imam Baihaqi berbunyi sebagai berikut:

أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته

Artinya, "Apakah kalian tidak sanggup berhubungan badan dengan istri kalian pada setiap hari Jumat. Hubungan badan dengan istri di hari Jumat mengandung dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya," (HR Baihaqi).

Sebagian ulama memandang awal kesunahan hubungan badan pada hari Jumat dari interpretasi atas hadits riwayat Aus bin Abi Aus RA berikut ini yang menyebut kata 'ghassala' atau 'membuat orang lain mandi':

من اغتسل يوم الجمعة وغسّل وغدا وابتكر ومشى ولم يركب ودنا من الإمام وأنصت ولم يلغ كان له بكل خطوة عمل سنة

Artinya, "Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan membuat orang lain mandi, lalu berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khotbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam, lalu berkonsentrasi mendengarkan khutbah, maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun," (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Tetapi, hubungan badan dengan istri pada malam Jumat sebagai sunnah Rasul ditolak oleh sebagian ulama, salah satunya adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli. Menurutnya, "Di dalam sunnah tidak ada anjuran berhubungan seksual suami-istri di malam-malam tertentu, antara lain malam Senin atau malam Jumat. Tetapi ada segelintir ulama menyatakan anjuran hubungan seksual di malam Jumat," (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3 halaman 556).

Keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli ini dengan terang menyebutkan bahwa sunnah Rasulullah tidak menganjurkan hubungan suami-istri secara khusus di malam Jumat. Kalau pun ada anjuran, itu datang dari segelintir ulama yang didasarkan pada hadits Rasulullah Saw dengan redaksi, "Siapa saja yang mandi di hari Jumat, maka..." Kalau pun anjuran dari hadits, riwayat hadits tersebut cenderung lemah. Tetapi dari banyak keterangan ini, hubungan badan suami dan istri sebagai sunnah Rasul malam Jumat menjadi cukup populer.
Wallahu a’lam.

Penulis: Alhafiz Kurniawan

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/111460/awal-mula-keutamaan-sunnah-rasul-malam-jumat (Jumat 27 September 2019 21:30 WIB)

Berbaik Sangka

Berbaik Sangka - Qoutes Kajian Islam

Berbaik Sangka

"Boleh jadi Allah mengabulkan harapan kita dengan tidak memberi apa yang kita inginkan, karena Dia Maha Tahu bahaya yang akan menimpa dibalik keinginan kita" -Aa Gym-

Sahabat, nikmati setiap episode hidup ini yang Alloh takdirkan kepada kita, syukuri dan jalani tanpa keluh kesah. Yakin Alloh Ta'ala akan berikan yang terbaik.

Maka yang paling penting adalah bersikap ridha kepada ketetapan Alloh, serta selalu perbaiki diri dan lakukan yang tebaik.

#tauhiid #islam #rahmatanlilalamin #tauhiid #islam #rahmatanlilalamin #dakwahsunnah #dakwah #dakwahtauhid #dakwahislam #ceramah #tausiyah #yukhijrah #hijrah #hijrahcinta #pemudahijrah #hijrahku #beranihijrah #hijrahyuk #alquran

Sumber FB : KH. Abdullah Gymnastiar 

Qoutes · 10 Maret 2021· 

Enam Kondisi Seseorang Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir

Enam Kondisi Seseorang Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir - Kajian Islam
Enam Kondisi Seseorang Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir

Dzikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikrun yang berarti menyebut, mengucapkan (asma Allah) (Kamus Al-Bisyri, h. 221). Amin Syukur dalam Terapi Hati (2012) mengartikan dzikir dengan berbagai arti berdasarkan konteksnya. Dzikir menurutnya adalah mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Beliau menambahkan bahwa dzikir dalam Al-Qur’an berarti juga membangkitkan daya ingat dan kesadaran, ingat terhadap hukum-hukum Allah, mengambil peringatan, dan meneliti proses alam.

Dzikir meurpakan perintah Allah yang dapat dilakukan dengan hati maupun dengan lisan, atau kedua-duanya secara bersamaan. Perintah dzikir salah satunya disebut dalam Al-Qur’an Surat al-Insan ayat 25:

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا (٢٥)

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.

Pada dasarnya mengingat Allah tidak terikat dengan tempat dan waktu. Kapan saja dan di mana seja seharusnya seorang hamba selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala. Karena dzikir memiliki banyak keutamaan bagi siapa saja yang melaksanakannya lebih-lebih dilaksanakan secara berjamaah. Sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan oleh imam muslim dari Abi Sa’id al-Khudri dan Abi Ghurairah bahwa keduanya menyaksikan Rasulullah bersabda:

لَايَقْعُدُوْنَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى اِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ تَعَالَى فِيْمَنْ عِنْدَهُ رواه مسلم

“Tidaklah duduk dan berkumpul suatu kaum dengan mengingat Allah (berdzikir) kecuali mereka dikepung oleh para malaikat, diliputi rahmat, diberikan ketenangan, dan Allah mengingat siapa saja yang berada di tengah-tengah perkumpulan tersebut” (HR Muslim).

Bertolak dari begitu banyaknya macam dzikir, tulisan ini lebih fokus kepada dzikir yang bersifat ucapan seperti melafalkan tasbih, tahlil, tahmid, istighafar, hauqalah, dan sebagainya. Ada waktu-waktu tertentu yang justru disunnahkan berhenti berdzikir, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi:

لِلذَّاكِرِ يُسْتَحَبُّ لَهُ قَطْعُ الذِّكْرِ بِسَبَبِهَا (الْاَحْوَالِ) ثُمَّ يَعُوْدُ اِلَيْهِ بَعْدَ زَوَالِهَا مِنْهَا اِذَاسُلِّمَ عَلَيْهِ رَدَّ السَّلَامَ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا عَطَسَ عِنْدَهُ عَاطِسٌ شَمَّتَهُ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا سَمِعَ الْخَطِيْبَ ثُمَّ عَادَ إِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا إِذَا سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ أَجَابَهُ فِيْ كَلِمَاتِ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ ثُمَّ عَادَ إِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا إِذَا رَأَى مُنْكَرًا أَزَالَهُ اَوْمَعْرُوْفًا اَرْشَدَ اِلَيْهِ اَوْ مُسْتَرْشِدًا اَجَابَهُ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا غَلَبَهُ النُّعَاسُ اَوْ نَحْوُهُ وَمَااَشْبَهَ هَذَا كُلَّهُ

“Disunnahkan bagi seseorang yang berdzikir memutus dzikirnya dalam beberapa kondisi, kemudian ia kembali berdzikir setelahnya. Pertama, ketika ada yang memberi salam, maka ia wajib menjawab dan setelah itu kembali berdzikir. Kedua, ketika ada yang bersin, maka ia mendoakannya, dan setelah itu kembali berdzikir. Ketiga, ketika mendengar khatib berkhutbah ia lebih baik mendengarkan, setelah itu kembali berdzikir. Keempat, ketika mendengar adzan dan iqamah, maka ia menjawab dengan lafal yang sama, setelah itu kembali berdzikir. Kelima, ketika melihat kemungkaran, ia mencegahnya; atau melihat kebaikan, ia menunjukkan kepadanya; atau ada seseorang yang meminta petunjuk, ia memenuhinya, setelah itu kembali berdzikir. Keenam, ketika dalam keadaan sangat mengantuk dan sebagainya (Imam Nawawi, Al-Adzkar, Semarang: Alawiyah, hlm. 13-14).

Imam Nawawi dalam kitabnya menyebutkan ada beberapa kondisi yang dianjurkan untuk memutus lafal dzikir dan kemudian mengulanginya. Hal ini tentu berdasarkan alasan-alasan yang menguatkan pendapat tersebut. Dzikir merupakan perintah Allah, hal ini menunjukkan bahwa dzikir adalah amalan yang baik lagi bermanfaat bagi manusia. Namun demikian, barangkali ada hal lain yang nilai kebaikannya bisa membandingi atau bahkan melebihi dari sekadar berdzikir dengan lisan.

Sebagaimana penjelasan di atas dapat dianalisa sebagai berikut:

Pertama, menjawab salam adalah wajib. Imama Nawawi dalam kitab Al-Adzkar pada bab hukmi assalam menghukumi wajibnya menjawab salam.

يَجِبُ عَلَى الْمَكْتُوْبِ إِلَيِهِ رَدُّ السَّلَامِ إِذَا بَلَغَهُ السَّلَامُ

Wajib menjawab salam atas ucapan salam yang tertulis.

Hal ini menunjukkan adanya kewajiban menjawab salam. Penjelasan senada, jika ada seseorang yang mengirimkan salam lewat seseorang, maka wajib dijawab secepatnya. Annahu Yajibu ‘alaihi an yarudda ‘alal fauri (Imam Nawawi, Al-Adzkar, hlm. 221).

Kedua, hal mendoakan orang bersin. Mendoakan orang bersin adalah bagian dari perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Barra bin ‘Azib berkata:

اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِسَبْعٍ بِعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَاِتْبَاعِ الْجَنَائِزِ وَتَشْمِيَتِ الْعَاطِسِ وَنَصْرِ الضَّعِيْفِ وَعَوْنِ الْمَظْلُوْمِ وَإِفْشَاءِ السَلَامِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ هذا لفظ احدى روايات البخارى

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami dengan tujuh hal: menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, mendoakan orang yang besin, menolong orang yang lemah, menolong orang yang teraniaya, menebar salam, dan memperbagus sumpah (Demikian ini adalah lafal dari salah satu riwayat Bukhari).

Ketiga, mendengarkan khutbah. Hukum mendengarkan khutbah adalah sunnah (lihat: Kifayatul Akhyar, juz I, hlm. 151). Hal ini didasarkan ayat

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (٢٠٤)

Dan apabila dibacakan Al-Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A’raf [7]: 204).

Dan berdasarkan hadits idza qulta lishahibika yaumal jumati wal imamu yakhtubu anshit (bila engkau berbicara dengan sahabatmu saat imam khutbah, diamlah!). Hadits ini biasanya dibaca oleh muadzin sebelum khutbah dimulai.

Keempat, ketika mendengar adzan. Rasulullah memerintahkan menjawab adzan dan iqamah sebagaimana lafal adzan kecuali hayya ‘alashshalah dan hayya ‘alalfalah.

اِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ رواه البخارى و مسلم

Ketika kalian semua mendengar panggilan (shalat) maka ucapkanlah kalimat yang serupa sebagaimana diucapkan oleh orang yang adzan (HR. Imam Baukhari dan Muslim).

Artinya bahwa menjawab adzan juga merupakan kesunnahan, bahkan Nabi sendiri memerintahkannya. Oleh karenanya ketika sedang berdzikir disunnahkan berhenti sejenak dan menjaawab adzan baru kemudian kembali berdzikir.

Kelima, pada poin ini terkait dengan hubungan sesama makhluk. Islam mengajarkan agar memiliki akhlak yang baik secara vertikal begitupun secara hrisontal. Dengan demikian segala kemungkaran, yang bisa membahayakan harus sesegera mungkin dicegah atau bahkan dihilangkan. Begitupun menebar kebaikan, sebaiknya secepatnya ditunaikan, apalagi benar-benar dibutuhkan oleh orang banyak. Sehingga, tak masalah berhenti berdzikir sejenak demi mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan, baru kemudian kembali berdzikir. Karena pada hakikatnya mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan adalah bagian dari dzikir.

Keenam, dalam kondisi yang sangat mengantuk. Kitab At-Tibyan (hlm. 94) menjelaskan tentang kemakruhan membaca Al-Qur’an dalam keadaan sangat mengantuk. Hal ini dapat tarik pemahaman dari ayat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ (٤٣)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan...(QS AN-Nisa[4]: 43).

Jika seseorang membaca Al-Qur’an ataupun dzikir lain dalam kondisi sangat mengantuk dikhawatirkan apa yang diucapkan tidak sesuai dengan lafal yang benar dikarenakan kesadarannya tidak sempurna.

Demikianlah sedikit penjelasan mengapa dzikir yang merupakan sunnah namun disunnahkan untuk berhenti pula karena suatu hal. Pada bab sebelumnya Imam Nawawi juga menjelaskan waktu-waktu yang makruh untuk berdzikir di antaranya ketika duduk dalam rangka buang hajat, ketika sedang berhubungan suami isri (jimak), ketika khutbah sedang berlangsung bagi yang mendengar suara khatib, ketika melaksanakan shalat (lebih baik fokus pada bacaan shalat bukan dzikiran yang lain), dan ketika sedang dalam kondisi mengantuk berat.

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta

Sumber Web: https://islam.nu.or.id/post/read/115448/6-kondisi-seseorang-disunnahkan-berhenti-melafalkan-dzikir (Ahad 12 Januari 2020 16:30 WIB)

Empat Jenis Kufur atau Kafir dalam Ahlussunnah wal Jamaah

Empat Jenis Kufur atau Kafir dalam Ahlussunnah wal Jamaah - Kajian Islam
Empat Jenis Kufur atau Kafir dalam Ahlussunnah wal Jamaah
 
Ayat-ayat awal Surat Al-Baqarah menyinggung orang kafir yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW. Surat Al-Baqarah ayat 6-7 menjelaskan bahwa orang kafir tidak akan beriman meski diperingatkan atau tidak oleh nabi Muhammad. Pasalnya, Allah telah menutup hati mereka. Pendengaran dan penglihatan mereka juga terhalang.

Dalam menjelaskan Surat Al-Baqarah ayat 6, Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya Ma’alimut Tanzil menyebut empat jenis kufur: kufur ingkar, kufur juhud, kufur inad, dan kufur nifaq.

1. Kufur/kafir ingkar.
Kufur ingkar adalah kekafiran orang yang tidak mengenal Allah dan tidak mengakui-Nya sama sekali.

2. Kufur/kafir juhud.
Kufur juhud adalah kekafiran orang yang mengenal Allah dengan batinnya, tetapi tidak mau mengikrarkan melalui lisannya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah Iblis dan sebagian Yahudi Madinah yang mengenal kerasulan Nabi Muhammad lalu mengingkarinya seperti keterangan Surat Al-Baqarah ayat 89.

3. Kufur/kafir inad.
Kufur inad adalah kekafiran orang yang mengenal Allah dengan batinnya, mengakui-Nya secara lisan, tetapi enggan memeluk agama-Nya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah salah satunya adalah Abu Thalib.

Abu Thalib pernah mengatakan, “Aku tahu bahwa agama (yang disampaikan) Muhammad adalah sebaik-baik agama manusia. Kalau tidak ada hinaan dan menghindari cacian, kau akan mendapatiku toleran jelas dengan itu.”

4. Kufur/kafir nifaq
Kufur nifaq adalah kekafiran orang yang mengikrarkan Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah sebagian Yahudi Madinah seperti keterangan Al-Baqarah ayat 8 dan seterusnya.

وَجَمِيعُ هَذِهِ الْأَنْوَاعِ سَوَاءٌ فِي أَنَّ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ تَعَالَى بِوَاحِدٍ مِنْهَا لَا يُغْفَرُ لَهُ

Artinya, “Orang yang mati dalam keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini tidak akan diampuni.” (Al-Baghowi, Ma’alimut Tanzil).

Adapun orang beriman yang masuk ke dalam kategori kufur nikmat, memiliki salah satu sifat dari tiga tanda orang munafik (seperti disebutkan dalam hadits, yaitu berdusta, berkhianat, dan mengingkari janji), atau orang Islam yang melakukan dosa besar tidak tergolong ke dalam kategori kufur, menurut aqidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Namun demikian, dalam pandangan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, orang kafir dalam masa transisi kerasulan atau ahli fatrah di masa kekosongan rasul tidak akan mendapat siksa dari Allah sebagaimana keterangan Surat Al-Isra ayat 15. Tetapi, adabnya kita harus berinteraksi dengan baik kepada mereka yang termasuk ke dalam empat kategori kafir ini. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/117230/empat-jenis-kufur-atau-kafir-dalam-ahlussunnah-wal-jamaah (Kamis 27 Februari 2020 15:30 WIB)

Makna Kemahabesaran Allah Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah

Makna Kemahabesaran Allah Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah - Kajian Islam Tarakan
Makna Kemahabesaran Allah Menurut Ahlussunnah wal Jama’ah

oleh Abdul Wahab Ahmad

Seluruh kaum Muslimin sepakat bahwa Allah Mahabesar. Kemahabesaran Allah diucapkan berkali-kali dalam sehari dengan bacaan “Allahu Akbar” yang menunjukkan ikrar bahwa tak ada yang lebih besar dari Allah. Tapi bagaimanakah kemahabesaran ini harus dimaknai?

Salah satu kaidah dalam membahas sifat Allah adalah larangan membahasnya seperti membahas tentang materi (jism). Kemahabesaran Allah adalah salah satu sifat Allah yang mutlak dimiliki-Nya tanpa bisa diukur dengan perbandingan rasio dengan makhluk mana pun. Allah sudah Mahabesar sejak waktu belum berjalan dan sejak seluruh alam tercipta, tetap Mahabesar saat makhluk-makhluk tercipta dan tetap Mahabesar hingga kapanpun. Kemahabesaran Allah tidak boleh dimaknai sebagai ukuran fisik sebagaimana kita memaknai seluruh hal di jagat raya ini yang semuanya serba materi.

Bila kita membahas besarnya materi, maka suatu materi dibilang besar ketika ukurannya lebih banyak menghabiskan ruang dibanding materi lain. Dari sinilah muncul rasio perbandingan antara besarnya materi yang satu dengan materi yang lain. Kita bisa membandingkan rasio antara besarnya mikroba dengan besarnya manusia, antara manusia dan planet bumi, antara planet bumi dengan sistem tata surya, antara sistem tata surya dengan galaksi, antara ini dan itu. Demikianlah cara kita membahas kebesaran seluruh materi di dunia ini; seluruhnya dari perspektif ukuran fisikal atau volume.

Namun apa mulianya besar dalam arti ukuran fisik? Bukankah semua ukuran itu merupakan batasan? Pertanyaan ini esensial untuk ditanyakan ketika membahas soal "besar". Kita tahu bahwa besar secara fisik tak lebih dari sekedar volume saja tanpa ada kemuliaannya, apalagi hak untuk disembah. Kalau sesuatu berhak diagungkan dan disembah hanya karena ukurannya yang besar, maka tentu mikroba dibenarkan untuk menyembah manusia; Manusia juga dibenarkan ketika menyembah matahari dan bintang-bintang sebab hal itu memang jauh lebih besar atau dengan kata lain Mahabesar “rasio ukurannya” dibanding manusia. Tapi sayangnya, semua ini salah mutlak menurut Al-Qur'an dan Hadits yang memvonis penyembah segala yang ukurannya besar itu sebagai sesat. Sebesar apapun sebuah entitas fisik (jism), ia tetaplah terbatas dan ada ujungnya.

Bila kita memaknai kebesaran Tuhan dengan perspektif material ini, maka sama saja kita mengatakan bahwa Allah punya batasan ukuran dari ujung ke ujung. Kalau Allah punya batasan ukuran lalu siapa yang membatasi ukurannya atau yang mendesainnya seperti itu? Bila yang membatasi ukurannya adalah entitas lain berarti Allah punya sekutu, bahkan punya Tuhan yang membentuknya. Bila yang membatasi adalah diri-Nya sendiri maka berarti Allah berevolusi. Bila berevolusi berarti pastilah bukan Tuhan. Ini bukanlah pertanyaan mengada-ada, melainkan pertanyaan naluriah seperti yang diajarkan al-Qur’an agar kaum muslimin kritis terhadap berbagai objek sesembahan.

Ibnu Mandhur, seorang pakar bahasa terkemuka dalam kitab Lisân al-‘Arab-nya mengartikan batasan fisik (hadd) sebagai berikut:

وَمُنْتَهَى كُلِّ شَيْءٍ: حَدُّه

"Ujung segala sesuatu adalah hadd/batasannya". (Ibnu Mandhur, Lisân al-‘Arab, juz III, 140)

Lantas kalau demikian pengertiannya, apakah Allah punya batasan fisik? Ahlusussunnah Wal Jama'ah sepakat mengatakan: Tidak!. Imam Ahmad, sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abu Fadl at-Tamimi yang menjadi salah satu Imam Hanabilah di masanya, yang berkata:

والله تعالى لا يلحقه تغير ولا تبدل ولا تلحقه الحدود قبل خلق العرش ولا بعد خلق العرش ، وكان ينكر- الإمام أحمد – على من يقول إن الله في كل مكان بذاته لأن الأمكنة كلها محدودة.

Allah Ta'ala tak mengalami perubahan dan pergantian. Juga tak mempunyai batasan-batasan fisik sebelum terciptanya Arasy dan tidak juga setelah terciptanya Arasy. Imam ahmad juga mengingkari orang yang berkata bahwa Dzat Allah ada di segala tempat sebab semua tempat adalah terbatas ukuran". (Abu Fadl at-Tamimi, I’tiqâd Imâm Ahmad, 41)

Senada dengan itu, Imam at-Thahawi ini yang merupakan rujukan standar Ulama Asy'ariyah (Ahlussunnah Wal Jamaah) juga menegaskan:

وتعالى عن الحدود والغايات ، والأركان والأعضاء والأدوات ، لا تحويه الجهات كسائر المبتدعات

"Maha suci Allah dari adanya batasan-batasan ukuran dan ujung-ujung, juga dari adanya unsur-unsur dan anggota badan. Dia tak diliputi berbagai arah seperti halnya seluruh hal yang baru". (at-Thahawi, Matn al-‘Aqîdah at-Thahâwiyah)

Banyak sekali para ulama yang juga menafikan adanya batasan fisik, baik besar atau kecil, atas Allah. Di antara mereka ada Imam ar-Razi, al-Baji, Ibnul Arabi, Ibnul Jauzi, al-Qurthuby, al-Baidhawi, an-Nawawi dan lain-lain yang merupakan rujukan umat.

Lalu apabila kemahabesaran Allah tidak bisa dipahami dalam perspektif ukuran fisik yang pasti terbatas, lalu bagaimana Ahlussunnah memahaminya? Berikut penjelasan Imam al-Ghazali dalam al-Maqshad al-Asna tentang makna sifat al-Kabir:

الْكَبِير هُوَ ذُو الْكِبْرِيَاء والكبرياء عبارَة عَن كَمَال الذَّات وأعني بِكَمَال الذَّات كَمَال الْوُجُود

"Al-Kabîr (Mahabesar) maksudnya adalah yang mempunyai keagungan (kibriya'). Keagungan sendiri adalah ungkapan bagi kesempurnaan dzat. Yang saya maksud kesempurnaan Dzat adalah kesempurnaan eksistensi". (Imam al-Ghazali, al-Maqshad al-Asnâ, 109)

Kesempurnaan Dzat atau eksistensi sebagaimana diterangkan oleh Imam al-Ghazali itu mencakup dua pengertian sebagai berikut:

a. Al-Kabîr dalam arti sudah lama ada. Dalam konteks manusia, mereka disebut kabîr ketika wujudnya sudah ada lama atau dengan kata lain sudah tua. Dalam makna inilah istilah "syaikhun kabîr" dalam al-Qur'an 28:23, maksudnya adalah orang yang sudah tua. Adapun ketika membahas Allah, maka makna ini berarti setara dengan sifat al-Qadîm atau al-Awwal, yakni keberadaan-Nya jauh sekali sudah ada sebelum semua keberadaan yang lain sebab keberadaan Allah memang tidak punya awal mula. Dalam makna ini, Allah jelas adalah Akbar (paling kabîr) dari semua hal di jagat ini, dalam artian paling lama keberadaannya.

b. Al-Kabîr dalam arti hebat. Istilah ini dipakai dalam peristilahan berbagai bahasa di dunia. Istilah "orang besar" dalam bahasa indonesia maksudnya adalah orang hebat. Demikian juga dengan istilah "big boss" dalam bahasa Inggris. Makna ini juga yang dimaksud oleh QS. Yusuf:80, yang mana kata "kabîruhum" di sana bukan berarti paling besar fisiknya atau yang paling tua umurnya, tetapi paling hebat ilmu dan akalnya. Besar di dalam makna ini sama sekali tak ada kaitannya dengan ukuran fisik. Dalam makna ini, sudah jelas bahwa Allah adalah yang Akbar (paling Kabîr) dari semua hal yang ada, dalam artian paling hebat dan paling berkuasa.

Demikianlah makna kemahabesaran Allah dalam perspektif Aswaja. Berbeda dengan orang-orang yang memaknai kata besar secara fisik, makna ini sekali tak punya cacat, baik secara nash, secara bahasa atau secara akal. Wallahu a’lam

Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/94874/makna-kemahabesaran-allah-menurut-ahlussunnah-wal-jamaah (Sabtu 25 Agustus 2018 17:00 WIB)

Kenapa Kita Baca Yasin 3 Kali di Malam Nisfu' Sya'ban?

Kenapa Kita Baca Yasin 3 Kali di Malam Nisfu' Sya'ban?

KENAPA KITA BACA YASIN 3X DI MALAM NISFU' SYA'BAN?

Karna di malam Nisfu Sya'ban adalah waktu Mustajab, sebagaimana perkataan Imam Syafi'i  di dalam kitab  إسعاف أهل الإيمان

قال امام الشافعي بلغنا ان الدعاء يستجاب في خمس ليال 

Doa-doa Mustajab/ do’a tidak akan ditolak oleh Alloh Swt  ada di lima malam

أول ليلة من رجب و ليلة النصف من الشعبان و ليلة الجمعة وليلة الفطر وليلة النحر

Malam pertama di bulan Rajab, malam nisfu Sya’ban, malam Jum’at, malam ‘Idul Fitri, dan malam ‘Idul Adha.

Dan juga di jelaskan dalam kitab

 كنز النجاح والسرور

وقد جمع دعاء مأثور مناسب للحال خاص بليلة النصف من شعبان مشهور 

Ada doa² yg udah masyhur yg udah biasa di gunakan pada malam Nisfu' Sya'ban

يقراء المسلمون تلك الليلة الميمونة فرادى وجمعا في جوامعهم وغيرها 

Udah menjadi kebiasaan ummat islam setiap malam yg penuh berokah membaca doa yg masyhur tadi, baik di baca sendirian/kelompok

تقراء اولا قبل ذلك الدعاء بعد صلاة المغرب سورة يس ثلاثا 

Di malam Nisfu' Sya'ban di anjurkan membaca yasin 3 kali kemudian berdoa 

الاولى بنية طول العمر 

Petama niat panjang umur 

الثانية بنية دفع البلاء 

Kedua niat menolak bala'

الثالث بنية الاستغناء عن الناس 

Ketiga di cukupkan rizki nya.

Tapi sebagian kelompok mengingkari perbuatan trsebut dan menuduh orang²  yg melakukannya telah berbuat bid'ah..

Di jelaskan dalam kitab شرح الاربعين النواوي 

Bahwasan nya takdir itu ada empat 

التقدير في العلم ولهذا قيل العناية قبل الولاية والسعادة قبل الولادة واللواحق مبنية على السوابق 

1. Takdir yang ada di ilmu Alloh Swt...

Takdir ini tidak bisa di rubah/di kenal dgn takdir mubrom

, sebagaimana Rosululloh Saw bersabda :

لا يهلك الله الا هالكا..

Yaitu orang yg telah ditetapkan dalam ilmu Alloh Swt bahwa dia adalah orang celaka.

التقدير في لوح المحفوظ وهذا التقدير ان يتغير

2. Takdir yg ada di dalam Lauhul Mahfud Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Alloh Swt

يمحو الله ما يشاء ويثبت وعنده ام الكتاب 

Alloh Swt menghapus apa yg Dia kehendaki dan menetapkan apa yg dikehendaki, dan di sisi Alloh terdapat Ummul Kitab..

وعن ابن عمر رضي الله عنهما انه كان يقول في دعائه 

Ibnu Umar mengucapkan dalam doanya : 

اللهم ان كنت كتبتني شقيا 

Ya Alloh jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yg celaka

فامحني واكتبني سعيدا 

Maka hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia..

التقدير في الرحم وذلك ان الملك يؤمر بكتب رزقه واجله وشقي اوسعيد

3.Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.

التقدير وهو سوق المقادير الى المواقيت والله تعالى خلق الخير والشر وقدر مجيئه الى العبد في اوقات معلوماة  

4. Takdir yg berupa penggiringan hal² yang telah ditetapkan kepada waktu² yang telah ditentukan...

Takdir ini juga dapat diubah sebagaimana sabda nya Rosululloh Saw 

ان الصدقة وصلة الرحم تدفع ميتة السوء وتقلبه سعادة

Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang jelek dan mengubah menjadi bahagia...

Dalam salah satu hadits Rosululloh Saw pernah bersabda

ان الدعاء والبلاء بين السماء والارض يقتتلان ويدفع الدعاء البلاء قبل ان ينزل

Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun...

KESIMPULAN NYA :

Bahwa berdoa dan membaca yasin dgn niat yg telah di khususkan itu supaya kita dalam 1tahun di berikan panjang umur, di jauhkan dari bala' dan di cukupkan rizqi nya..

Karna doa adalah senjata orang mu'min dan doa itu bisa mengubah takdir selama bukan takdir mubrom..

Sebagaimana sabda Rosululloh Saw 

لا يؤد القدر إلا بالدعاء ولا يزيد العمر إلا البر وإن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه

Takdir yg akan menimpa seseorang tidak bisa ditolak kecuali dengan doa, umur seseorang tidak bertambah kecuali dengan melakukan kebaikan, dan rezeki kebaikan akan diharamkan kepada seseorang karena dosa yang dilakukannya.

Tiga Amalan Nisfu Sya'ban

1. Memperbanyak Doa

2. Membaca Dua Kalimat Syahadat sebanyak-banyaknya

3. Membaca Istighfar

Kitab Madza fi Sya'ban karya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki

Penulis : Anam Az zaheery (Pengajar MTQ LP Ma'arif Daruts Tsaqofah)

Sumber : PCNU Tarakan (FB : LDNU Tarakan)

20 Maret 2021 pada 08.13  · 

Qoute Islam

Doa Islam