Pengambilan putusan hukum dengan langsung merujuk pada nash Al-Quran maupun Hadits adalah pekerjaan yang tidak bisa dilakukan sembarang orang. Hanya orang-orang yang memiliki daya intektual yang memadai dengan ketentuan-ketentuan yang ketat.
Faktanya tidak ada seorang pun, bahkan penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS yang dapat langsung menggali hukum ke AlQuran dan Hadits tanpa campur tangan Ulama. Penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS hanya ingin melegitimasikan golongannya untuk mendelegitimasikan golongan yang lain. Bahkan cenderung pemaksaan kefahaman suatu ilmu, mengabaikan ilmu lain yang lebih luas. Penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS lupa bahwa Imam Hadits sekelas Imam Bukhori dan Imam Muslim pun mengikuti Ulama lain di kurun sebelumnya.
Pada kasus lain, golongan semacam ini menjadi bibit perpecahan, mengoyak persatuan dan kesatuan. Lebih parah lagi jika menjadi bibit pemaksaan penafsiran hukum Islam ala ISIS. Yang tak sepaham dengannya, serang dan dihancurkan. Saling menghargai perbedaan tidak akan ada lagi. Padahal memahami sebuah ayat atau hadits bukanlah pekerjaan mudah, tak ada yang mampu murni mengambil hukum langsung dari kedua sumber hukum ini kecuali Rasulullah sendiri. Kembali ke AlQuran dan Hadits artinya butuh perantara ilmu dan kitab karya Ulama terdahulu yang valid tersambung nasab keilmuannya sampai ke baginda Rasul. Jika Ulama Anda berani mengambil hukum ke Quran Hadist langsung, paling tidak dia wajib menguasai beberapa ilmu ini:
1. Ilmu Lughat (Filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata al Quran.
Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang ayat-ayat al Quran tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda.
2. Ilmu Nahwu (Tata bahasa), Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti perkataan itu. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
.
3. Ilmu Sharaf (Perubahan bentuk kata), Mengetahui Ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya.
Ibnu Faris berkata, “Jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal.”
Dalam Ujubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat al Quran yang berbunyi:
“(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) kami panggil setiap umat dengan pemimpinya. “(Qs. Al Isra [17]:71)
Karena ketidaktahuannya tentang ilmu sharaf, ia menerjemahkan ayat itu seperti ini:
“Pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.” Ia mengira bahwa kata ‘Imaam’ (Pemimpin) yang merupakan bentuk mufrad (Tunggal) adalah bentuk jamak dari kata ‘um’ (Ibu). Jika ia memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan mengartikan ‘imaam’ sebagai ibu-ibu.
4. Imu Isytiqaq (Akar kata), Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma’ani, Ilmu ini sangat penting di ketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat di ketahui dengan melihat maknanya.
6. Ilmu Bayaan, Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga di sebut sebagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Quran adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan al Quran dapat di ketahui.
8. Ilmu Qira’at, Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa’id, Ilmu yang sangat penting di pelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan, kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat:
“Tangan Allah di atas tangan mereka.” (Qs. Al Faht 48:10)
10. Ushu l Fiqih, Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul, Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat al Quran. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud suatu ayat mudah di pahami. Karena kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
12. Ilmu Nasikh Mansukh, Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hokum uang sudah di hapus dan hokum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih, Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hukum global.
14. Ilmu Hadist, Ilmu untuk mengetahui hadist-hadist yang menafsirkan ayat-ayat al Quran.
15. Ilmu Wahbi, Ilmu khusus yang di berikan Allah kepada hamba-nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi Saw.
Bagi umat Islam, menjalankan ibadah tak cukup jika "Hanya berpedoman" pada Al-Quran dan Hadist. Sebab, kedua sumber hukum Islam itu hanya memberikan tuntunan pokok beribadah secara umum, tidak secara terinci.
Umat Islam mesti mengikuti pendapat salah satu dari keempat Imam Madzhab yang telah teruji dan mumpuni. Yang sampai saat ini tak ada yang dapat menyamai keilmuannya. Mereka yang salatnya bagus, bacaannya fasih, saat ditanya belajar dari mana? Pasti akan menjawab: Dari guru. Gurunya belajar dari mana? Gurunya belajar (Di antaranya) melalui Kitab Kuning dan Kitab Putih.
Begitu pula ibadah lain misalnya haji. Juga tak bakal ditemukan pedoman praktisnya dalam Al-Quran dan Hadist. Apalagi haji itu berkaitan dengan lokus, berkaitan dengan tempat. Tidak ada petunjuk, Arafah di mana, Mina itu di mana. Enggak akan ketemu kalau dicari di Al-Quran dan Hadist. Ibarat obat, serahkan kepada Apoteker dan Dokter sebagai ahlinya.
#santrionline.net #nu.or.id
Faktanya tidak ada seorang pun, bahkan penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS yang dapat langsung menggali hukum ke AlQuran dan Hadits tanpa campur tangan Ulama. Penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS hanya ingin melegitimasikan golongannya untuk mendelegitimasikan golongan yang lain. Bahkan cenderung pemaksaan kefahaman suatu ilmu, mengabaikan ilmu lain yang lebih luas. Penjargon KEMBALI KE QURAN HADITS lupa bahwa Imam Hadits sekelas Imam Bukhori dan Imam Muslim pun mengikuti Ulama lain di kurun sebelumnya.
Pada kasus lain, golongan semacam ini menjadi bibit perpecahan, mengoyak persatuan dan kesatuan. Lebih parah lagi jika menjadi bibit pemaksaan penafsiran hukum Islam ala ISIS. Yang tak sepaham dengannya, serang dan dihancurkan. Saling menghargai perbedaan tidak akan ada lagi. Padahal memahami sebuah ayat atau hadits bukanlah pekerjaan mudah, tak ada yang mampu murni mengambil hukum langsung dari kedua sumber hukum ini kecuali Rasulullah sendiri. Kembali ke AlQuran dan Hadits artinya butuh perantara ilmu dan kitab karya Ulama terdahulu yang valid tersambung nasab keilmuannya sampai ke baginda Rasul. Jika Ulama Anda berani mengambil hukum ke Quran Hadist langsung, paling tidak dia wajib menguasai beberapa ilmu ini:
1. Ilmu Lughat (Filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata al Quran.
Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang ayat-ayat al Quran tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda.
2. Ilmu Nahwu (Tata bahasa), Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti perkataan itu. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
.
3. Ilmu Sharaf (Perubahan bentuk kata), Mengetahui Ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya.
Ibnu Faris berkata, “Jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal.”
Dalam Ujubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat al Quran yang berbunyi:
“(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) kami panggil setiap umat dengan pemimpinya. “(Qs. Al Isra [17]:71)
Karena ketidaktahuannya tentang ilmu sharaf, ia menerjemahkan ayat itu seperti ini:
“Pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.” Ia mengira bahwa kata ‘Imaam’ (Pemimpin) yang merupakan bentuk mufrad (Tunggal) adalah bentuk jamak dari kata ‘um’ (Ibu). Jika ia memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan mengartikan ‘imaam’ sebagai ibu-ibu.
4. Imu Isytiqaq (Akar kata), Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma’ani, Ilmu ini sangat penting di ketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat di ketahui dengan melihat maknanya.
6. Ilmu Bayaan, Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga di sebut sebagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Quran adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan al Quran dapat di ketahui.
8. Ilmu Qira’at, Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa’id, Ilmu yang sangat penting di pelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan, kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat:
“Tangan Allah di atas tangan mereka.” (Qs. Al Faht 48:10)
10. Ushu l Fiqih, Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul, Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat al Quran. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud suatu ayat mudah di pahami. Karena kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
12. Ilmu Nasikh Mansukh, Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hokum uang sudah di hapus dan hokum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih, Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hukum global.
14. Ilmu Hadist, Ilmu untuk mengetahui hadist-hadist yang menafsirkan ayat-ayat al Quran.
15. Ilmu Wahbi, Ilmu khusus yang di berikan Allah kepada hamba-nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi Saw.
Bagi umat Islam, menjalankan ibadah tak cukup jika "Hanya berpedoman" pada Al-Quran dan Hadist. Sebab, kedua sumber hukum Islam itu hanya memberikan tuntunan pokok beribadah secara umum, tidak secara terinci.
Umat Islam mesti mengikuti pendapat salah satu dari keempat Imam Madzhab yang telah teruji dan mumpuni. Yang sampai saat ini tak ada yang dapat menyamai keilmuannya. Mereka yang salatnya bagus, bacaannya fasih, saat ditanya belajar dari mana? Pasti akan menjawab: Dari guru. Gurunya belajar dari mana? Gurunya belajar (Di antaranya) melalui Kitab Kuning dan Kitab Putih.
Begitu pula ibadah lain misalnya haji. Juga tak bakal ditemukan pedoman praktisnya dalam Al-Quran dan Hadist. Apalagi haji itu berkaitan dengan lokus, berkaitan dengan tempat. Tidak ada petunjuk, Arafah di mana, Mina itu di mana. Enggak akan ketemu kalau dicari di Al-Quran dan Hadist. Ibarat obat, serahkan kepada Apoteker dan Dokter sebagai ahlinya.
#santrionline.net #nu.or.id
Sumber Web : http://www.nutarakan.or.id/2018/02/ingin-kembali-ke-al-quran-dan-sunnah.html (2/20/2018 10:53:00 AM)