Mata Hati dan Mata Lahir

Mata Hati dan Mata Lahir

BEKAL RUHANI YANG MENCERAHKAN

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: "Wahai kaumku! Dunia ini fana. Dunia ini tak lain hanyalah belenggu dan pukulan-pukulan tongkat saja, kerisauan dan nestapa, dan dunia itu tabir yang menutupi antara kalian dengan Tuhan. Kalian harus melihatnya dengan mata hati, bukan dengan mata lahir. Mata hati melihat kandungan batin, sedangkan mata lahir melihat bentuk luar.

Mukmin sejati adalah milik Allah seluruhnya. Tak satu atom pun dari dirinya yang menjadi milik makhluk. Allah menjaga dan mengawasi lahir maupun batinnya. Dia tak melakukan gerakan kecuali karena Dia, dan dia tidak beristirahat dan diam kecuali karena Dia, sebab dia memiliki wujudnya sepenuhnya karena Dia (bi-hi), dari Dia dan di dalam Dia, dengan langkah-langkah kaki yang kokoh, dia telah menempuh jalan menuju ke pintu-Nya, sementara mereka terlalu nyenyak tidur untuk melihat, dan di sanalah dia berdiri untuk melayani-Nya.

Tapi sebaliknya kalian berbeda! Kalian telah mencurahkan perhatian kalian pada perolehan dan jatah harta benda duniawi kalian yang sudah ditetapkan, karena didorong oleh kerasukan dan ambisi. Kalian telah lupa akan kematian dan apa yang ada sesudahnya. Kalian telah melupakan Tuhan Yang Maha Benar dan kekuasaan-Nya untuk mengubah. Kalian telah meninggalkan-Nya di belakang penampilan lahiriah kalian. Kalian telah membelakangi-Nya dan menjadi teman dunia, makhluk-makhluk dan sarana material (asbâb). Kebanyakan dari kalian menyembah dunia dan uang, seraya mengabaikan ibadah kepada Sang Pencipta dan Pemberi Rezeki.

Semua malapetaka dan bencana ini diakibatkan oleh diri rendah kalian sendiri (hawa nafsu). Jadi, wajiblah bagi kalian untuk menempatkannya dalam penjara mujâhadât (upaya yang keras). Kalian harus memotong pasokan bahan mentah mereka, dengan mencegah mereka dari mendapatkan akses kepada apa-apa yang memberikan kesenangan kepada mereka. 

Kalian harus memotong pasokan mereka, sampai mereka tidak bisa membayangkan sesuatu pun yang lebih enak daripada sepotong roti kering dan secangkir air. Ini harus menjadi makanan yang mereka peroleh untuk memuaskan selera mereka." 

—Syekh Abdul Qadir Al Jailani, kitab Jala Al Khathir

Sumber FB : Tasawuf Underground

Share this

Share on FacebookTweet on TwitterPlus on Google+