Doa Nabi Untuk Suami Istri Di Ujung Perceraian

Doa Nabi Untuk Suami Istri Di Ujung Perceraian

Suatu ketika sahabat Jabir ra membersamai Rasulullah saw pergi ke pasar. Tiba-tiba ada perempuan yang sedang menunggang keledai mendekat kepadanya mengadukan suaminya. Perempuan itu minta cerai.

“Rasulullah, sungguh suamiku tidak pernah menyentuhku, maka ceraikan aku darinya,” keluh perempuan itu.

Rasulullah saw pun menanyakan siapa suaminya dan menyuruhnya untuk menghadap. Setelah suaminya menghadap, Rasulullah saw pun menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi di antara sepasang suami istri itu.

“Apa yang terjadi di antara kalian? Istrimu telah mengadukan kekerasan hatimu, mengadukan bahwa dirimu tidak mau mendekatinya,” selidik Rasulullah saw.

“Rasulullah, demi Allah Zat yang memuliakan dirimu, sungguh janjiku malam ini akan mendekatinya,” jawab si suami.

Menangislah si istri mendengar jawaban suaminya dan tetap bersikukuh minta diceraikan kepada Rasulullah saw.

“Bohong, ceraikan aku darinya. Ia adalah makhluk Allah yang paling membenciku,” tegas si istri tidak mau kalah dengan suami.

Melihat pertikaian sengit suami istri ini Rasulullah saw justru tersenyum. Sejurus kemudian Rasulullah saw memengang masing-masing kepala suami istri itu, mendekatkannya dan mendoakan mereka berdua:

اَللَّهُمَّ أَدْنِ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِنْ صَاحِبِهِ

Artinya, “Ya Allah, dekatkanlah masing-masing orang ini dengan pasangannya.”

***

Setelah lewat beberapa waktu, Rasulullah saw datang lagi ke pasar itu dan bertemu lagi dengan perempuan yang minta diceraikan dari suaminya tempo hari. Perempuan itu segera mendekat dan seraya berkata:

“Demi Allah Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, tidak ada manusia yang diciptakan, selain dirimu sebagai utusan Allah, yang paling aku cintai daripada suamiku.”

Demikian kisah ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan perawi-perawi hadits yang shahih, selain Yusuf bin Muhammad al-Munkadir yang diperselisihkan kredibilitasnya oleh para kritikus rawi hadits. Abu Zar’ah dan selainnya menilainya sebagai perawi tsiqah yang dapat dipercaya. Sementara segolongan ulama lain menilainya sebagai perawi yang daif atau lemah. (Nuruddin Ali bin Abi Bakar al-Haitsami, Majmâ’uz Zawâ-id, [Beirut, Dârul Fikr: 1412], juz VIII, halaman 479)

#nahdlatululama #nuonline #nuonline_id #doaislam

Sumber Instagram : nuonline_id

Share this

Share on FacebookTweet on TwitterPlus on Google+