Beberapa pakar ilmu sosial mengatakan bahwa orang yang cerdas bergaul itu adalah ia mampu menampatkan dirinya pada situasi tertentu dengan kualitas terbaik terhadap norma yang berlaku. Dengan kata lain ia mampu berubah atau beradaptasi dengan lingkunganya tanpa menabrak norma-norma yang sudah ada.
Dan orang yang cerdas bergaul itu sendiri mampu membangkitkan emosi keberanian untuk melakukan perubahan. Tanpa keberanian berubah maka sangat susah sekali ada perubahan terhadap prilaku individu.
Contoh kecil yakni menyapu, bila tidak dibiasakan mulai sejak dini kepada anak-anak atau kita sendiri melakukannya maka menyapu adalah pekerjaan yang tidak perlu. Tapi buat tiap individu yang selalu menyapu atau membersihkan tempat-tempat “kotor” maka ia mengangap pekerjaan menyapu adalah pekerjaan yang sangat perlu dan wajib dilakukan setiap orang. Oleh karenanya ketika ada kotoran atau tidak ada kotoran ia selalu menyapu. Menyapu-menyapu dan menyapu yang ada diotaknya sehingga ia sangat mengenal pekerjaanya dan kemudian menjadi karakter.
Satu ilustrasi sebut saja namanya Rizal salah seorang eksekutif paling sibuk diperusahaannya. Karena kesibukanya itu ia selalu terlihat sebagai seorang berfikir, kening berkerut, susah senyum dan sangat kaku. Terlepas dari latar belakang mengap ia bersikap seperti itu ternyata karakter ini terbawa ke lingkungannya. Sehingga Rizal dikenal tetangganya sebagai orang yang kaku, tidak mudah bergaul dan jarang senyum.
Dan tampilan itu memancing tetangganya menggelar ia sebagai si Mr “ES” orang yang selalu serius dan kaku.
Pada suatu hari ia berjalan-jalan ke sebuah pasar dalam kunjungan kerjanya di Bali. Jalan-jalan ke pasar rakyat sebenarnya hanya selingan saja pasalnya kepalanya sudah pening mengikuti kegiatan yang seabrek. Makanya saat diajak rekanya untuk refresing, keluyuran di pasar Rakyat yang menjual berbagai pernik daerah Bali ia oke saja. “berhenti berfikir marilah bergembira” kata rekanya itu.
Ternyata temanya benar dipasar rakyat ia sangat segar apa lagi senyum dan tegur sapa ramah para penjaja dagangan selalu mewarnai keadaan pasar itu. “lihat kawan, dengan senyum dan keramah tamahan Bali menjual daerahnya” kata kawannya itu.
Bagaimana kalau mereka berubah cemberut pasti tidak ada yang mau datang kesini. Dan jarang kita lihat orang Bali itu tidak ramah karena itu sudah menjadi karakter mereka, sambung rekan Rizal lagi.
Kalimat itu membuat fikiranya meloncat ke tempat tinggalnya dimana ia jarang melihat orang senyum. Atau barangkali ia tidak pernah senyum sehingga orang lainpun “ogah” senyum dengannya.
Demikian juga dengan anak-anaknya ia tidak pernah melihat mereka senyum atau bercanda dengannya. Otak Rizal terus berputar seperti kaset CD yang menampilkan berbagai gambar-gambar tertentu dan kemudian menganalisanya.
Pak Rizal, sapa rekanya sambil menunjuk sesuatu yang berada dihadapanya. Senyum dan keramahan yang mereka lakukan sebenarnya tidak mudah apa lagi harus di tuntut tiap waktu melakukanya. Tapi karena sudah menyatu maka hal itu tidak sulit dan dilakukan secara spontan atau replek saja .
Singkat cerita, dikamar Hotel ia mengingat kembali fenomena di pasar dan kalimat-kimat rekanya saat itu. Memang benar kata rekanya itu Rizal membantin, selama ini ia memang termasuk orang yang susah melemparkan senyuman apa lagi menyapa. Ia selalu disibukan dengan pekerjaan dan berusaha menjadi yang terbaik dikantornya.
Karena menomor satukan pekerjaan sehingga tetangganya masuk urutan belakang termasuk keluarganya sendiri. Keluyuran dipasar Rakyat di Bali membuka pemikiranya bahwa ia sudah berlaku tidak seimbang.Ia terus mencoba membuka file otaknya mengingat-ingat nama orang yang ia kenal dilingkunganya. Nihil ia tidak hapal nama mereka termasuk nama Imam Masjid yang selalu ia manfaatkan bantuanya saat melakukan syukuran atas kenaikan pangkat atau kelulusan anaknya.
“Subahanallah…. ternyata ia orang yang individualis tidak mau mengenal orang lain. Demikian juga dikantor ia banyak tidak mengenal nama rekannya sejawat atau pegawai dibawah levelnya. Dari seratus orang yang berada di kantornya hanya 10 orang saja yang ia hapal dengan jelas nama mereka yang lain semua dipanggil dengan PAK atau MAS.
Dan ia juga baru sadar bahwa ia tidak ingat kapan tanggal lahir anaknya dan tanggal perkawinannya.
Melihat ilustrasi diatas ternyata tanpa disadari kita sering berlaku tidak seimbang dengan lingkungan kita. Sehingga kelakuan tersebut menjadi karakter buruk yang berakibat buruk pula terhadap diri kita.
Ayo kawan beranilah berubah jangan malu, takut atau segan .Pacu semangat dan raihlah keberhasilan dengan selalu mau berubah.
Keberanian dan kecepatan anda berubah akan memperpendek segala usaha anda untuk mencapai usaha yang telah anda rencanakan
Dan orang yang cerdas bergaul itu sendiri mampu membangkitkan emosi keberanian untuk melakukan perubahan. Tanpa keberanian berubah maka sangat susah sekali ada perubahan terhadap prilaku individu.
Contoh kecil yakni menyapu, bila tidak dibiasakan mulai sejak dini kepada anak-anak atau kita sendiri melakukannya maka menyapu adalah pekerjaan yang tidak perlu. Tapi buat tiap individu yang selalu menyapu atau membersihkan tempat-tempat “kotor” maka ia mengangap pekerjaan menyapu adalah pekerjaan yang sangat perlu dan wajib dilakukan setiap orang. Oleh karenanya ketika ada kotoran atau tidak ada kotoran ia selalu menyapu. Menyapu-menyapu dan menyapu yang ada diotaknya sehingga ia sangat mengenal pekerjaanya dan kemudian menjadi karakter.
Satu ilustrasi sebut saja namanya Rizal salah seorang eksekutif paling sibuk diperusahaannya. Karena kesibukanya itu ia selalu terlihat sebagai seorang berfikir, kening berkerut, susah senyum dan sangat kaku. Terlepas dari latar belakang mengap ia bersikap seperti itu ternyata karakter ini terbawa ke lingkungannya. Sehingga Rizal dikenal tetangganya sebagai orang yang kaku, tidak mudah bergaul dan jarang senyum.
Dan tampilan itu memancing tetangganya menggelar ia sebagai si Mr “ES” orang yang selalu serius dan kaku.
Pada suatu hari ia berjalan-jalan ke sebuah pasar dalam kunjungan kerjanya di Bali. Jalan-jalan ke pasar rakyat sebenarnya hanya selingan saja pasalnya kepalanya sudah pening mengikuti kegiatan yang seabrek. Makanya saat diajak rekanya untuk refresing, keluyuran di pasar Rakyat yang menjual berbagai pernik daerah Bali ia oke saja. “berhenti berfikir marilah bergembira” kata rekanya itu.
Ternyata temanya benar dipasar rakyat ia sangat segar apa lagi senyum dan tegur sapa ramah para penjaja dagangan selalu mewarnai keadaan pasar itu. “lihat kawan, dengan senyum dan keramah tamahan Bali menjual daerahnya” kata kawannya itu.
Bagaimana kalau mereka berubah cemberut pasti tidak ada yang mau datang kesini. Dan jarang kita lihat orang Bali itu tidak ramah karena itu sudah menjadi karakter mereka, sambung rekan Rizal lagi.
Kalimat itu membuat fikiranya meloncat ke tempat tinggalnya dimana ia jarang melihat orang senyum. Atau barangkali ia tidak pernah senyum sehingga orang lainpun “ogah” senyum dengannya.
Demikian juga dengan anak-anaknya ia tidak pernah melihat mereka senyum atau bercanda dengannya. Otak Rizal terus berputar seperti kaset CD yang menampilkan berbagai gambar-gambar tertentu dan kemudian menganalisanya.
Pak Rizal, sapa rekanya sambil menunjuk sesuatu yang berada dihadapanya. Senyum dan keramahan yang mereka lakukan sebenarnya tidak mudah apa lagi harus di tuntut tiap waktu melakukanya. Tapi karena sudah menyatu maka hal itu tidak sulit dan dilakukan secara spontan atau replek saja .
Singkat cerita, dikamar Hotel ia mengingat kembali fenomena di pasar dan kalimat-kimat rekanya saat itu. Memang benar kata rekanya itu Rizal membantin, selama ini ia memang termasuk orang yang susah melemparkan senyuman apa lagi menyapa. Ia selalu disibukan dengan pekerjaan dan berusaha menjadi yang terbaik dikantornya.
Karena menomor satukan pekerjaan sehingga tetangganya masuk urutan belakang termasuk keluarganya sendiri. Keluyuran dipasar Rakyat di Bali membuka pemikiranya bahwa ia sudah berlaku tidak seimbang.Ia terus mencoba membuka file otaknya mengingat-ingat nama orang yang ia kenal dilingkunganya. Nihil ia tidak hapal nama mereka termasuk nama Imam Masjid yang selalu ia manfaatkan bantuanya saat melakukan syukuran atas kenaikan pangkat atau kelulusan anaknya.
“Subahanallah…. ternyata ia orang yang individualis tidak mau mengenal orang lain. Demikian juga dikantor ia banyak tidak mengenal nama rekannya sejawat atau pegawai dibawah levelnya. Dari seratus orang yang berada di kantornya hanya 10 orang saja yang ia hapal dengan jelas nama mereka yang lain semua dipanggil dengan PAK atau MAS.
Dan ia juga baru sadar bahwa ia tidak ingat kapan tanggal lahir anaknya dan tanggal perkawinannya.
Melihat ilustrasi diatas ternyata tanpa disadari kita sering berlaku tidak seimbang dengan lingkungan kita. Sehingga kelakuan tersebut menjadi karakter buruk yang berakibat buruk pula terhadap diri kita.
Ayo kawan beranilah berubah jangan malu, takut atau segan .Pacu semangat dan raihlah keberhasilan dengan selalu mau berubah.
Keberanian dan kecepatan anda berubah akan memperpendek segala usaha anda untuk mencapai usaha yang telah anda rencanakan